Langsung ke konten utama

Syuraih Sang Hakim



      Hari itu, Amirul Mukminin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘Anhu membeli seekor kuda dari orang asing. Dan setelah membayarnya, beliau menaiki kuda tersebut dan bermaksud pulang menuju rumah. Namun tak seberapa jauh dari tempat itu tiba-tiba terlihat cacat pada kuda tersebut yang menghalanginya untuk dapat berlari, maka Umar membawanya kembali kepada si penjual. Kemudian seraya berkata, “Ambil kembali kudamu karena ternyata dia cacat”. Si penjual itu berkata, “Aku tidak akan mengambilnya wahai amirul mukminin, aku sudah menjualnya kepada mu dalam keadaan baik”. Umar berkata, “Kita cari seorang hakim yang akan memutuskan permasalahan diantara saya dan kamu”. Penjual berkata, “Aku ingin Syuraih bin Harist Al-Kindi menjadi hakim bagi kita berdua”. Umar berkata, “Saya menyetujui nya”. Amirul mukminin Umar bin Khatab bersama penjual kuda tersebut mendatangi Syuraih. Setelah Syuraih mendengarkan keterangan dari penjual  tersebut. Syuraih menoleh kepada Umar bin Khattab sambil berkata, “Apakah kamu mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?”. Lalu Umar menjawab, “Ya”. Syuraih berkata: “jaga baik-baik yang telah kamu beli wahai Amirul mukminin, atau kembalikan kuda tersebut dalam keadaan seperti kamu membelinya.” Umar memperhatikan Syuraih dengan takjub lalu berkata, “Hanya beginikah pengadilan ini?” ((Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil))

     Berangkatlah ke Kufah, karena aku mengangkatmu menjadi hakim disana. Syuraih bin Al-Harits bukanlah sosok yang asing di kalangan para ulama dan pejabat. Dan bukanlah berarti Al-faruq (Umar bin Khattab) menyerahkan kedudukan dalam pengadilan itu kepada Syuraih. Tetapi waktu telah membuktikan firasat dan pilihan Umar Radhiyallahu ‘anhu adalah tepat, terbukti Syuraih menjadi hakim yang bijaksana di antara orang-orang muslim selama 60 tahun. Dan kedudukan Syuraih telah diterima oleh para masa khilafah Umar bin Khattab, Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan Muawwiyah. Sebagaimana ditetapkan oleh orang-orang yang datang yaitu setelah Mu’awwiyah dari Bani Umayyah. Hingga akhirnya Syuraih meminta mengundurkan diri pada awal pemerintahan Hajjaj. Ketika itu beliau telah berumur 107 tahun. Dalam sejarah kehakiman Islam, Syuraih dikenal memiliki sikap yang luar biasa. Semoga Allah merahmati Syuraih sebagai hakim yang telah menegakkan keadilan di tengah masyarakat selama 60 tahun.























Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan antara Fiqh Al-Lugha dengan Ilmu Al-Lugha

  A.     Pengertian Fiqh al-Lughah dan Ilmu al-Lughah Secara etimologis (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa kata الفقه     berarti العلم بالشيء و الفهم له   ( pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu) [1] . Singkatnya kata al-fiqh ( الفقه ) = al-’ilm ( العلم ) dan kata faquha ( فقه   ) = ‘alima ( علم ). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah . [2] Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “ علم اللغة “ memiliki kesamaan dengan istilah فقه اللغة" “ yaitu dari kata فقه" “dan “ علم “ yang dapat diartikan mengetahui atau memahami [3] . Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS; Al-Taubah/9: 122   لِیَتَفَقهوا فِى الدِّیْنِ " أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءً بهِ “ " Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” [4] Dengan demikian fiqh al-lughah

Terjemahan Bab Mabni dan Mu'rob kitab Jami'u Duruus

4. Kata من   (man) istifhamiyah atau mausuliyah atau mausufiyah atau syartiyah dengan dua tanda jar maka seperti contoh istifhamiyah: ( (مِمَنْ أَنْتَ تَشْكُرُ؟ dan mausuliyah seperti: ( (خذ العلم عمَنْ تثق به dan mausufiyah seperti: ( (عجبت ممَّنْ لك يؤذيك dan syartiyah seperti: ( (ممَّنْ تبتعد ابتعد . -Kata من   (man) istifhamiyah dengan fa’ jariyah seperti: ( (فِيْمَنْ ترغب ان يكون معك؟ dan لا pada kata an an-nasihah untuk mudhori’ seperti: ( (لئلا يعلم اهل الكتاب tidak ada perbedaan pada contoh sebelumnya. Lam ta’lil jariyah dan lam sebelumnya.Mazhab Jumhur dan Abu Hibban dan pengikutnya berpendapat wajib pada pasal. -Kata لا kata in syartiyah al-jariyah seperti: ( (اِلاَّ تفعلوه تكن فتنة اِلاَّ تنصروه الله - Kata لا pada kata kay seperti: ( (لكيلا يكون عليكحرجٌ dan mereka mengatakan pasal ini adalah wajib.Ada dua perkara yang boleh   yaitu al-waslu dan al-faslu di dalam Al-Quran. MABNI DAN MU’ROB DAN AF’AALNYA -Semua fi’il itu adalah mabni dan bukan mu’rob ke

Cinta yang Semu

 Kisah cintaku tak berjalan mulus, seringkali aku hanya merasakan cinta sepihak. Pernah ketika aku SMP  seorang lelaki mengirimiku surat cinta dengan kertas yang sangat harum. Belum pernah selama hidupku dikirimi surat cinta. Itu adalah hal pertama dan terkahir dalam hidupku. Rasanya aku sangat senang, dan kaget. Bagaimana bisa perempuan tak menarik sepertiku mendapatkan surat cinta dari lelaki rahasia. Ketika aku mengungkapkannya pada sahabatku, lelaki ini adalah siswa di kelas lain. Setelah itu, aku sering memerhatikannya. Selanjutnya benih-benih cinta di dalam hatiku muncul. Aku sempat ingin bertanya langsung padanya, apakah benar dia yang mengirimi aku surat itu. Namun, lambat laun itu semua adalah skenario menyakitkan yang aku alami. Singkatnya, surat itu tidak pernah ada. Bukan dia yang mengirimi aku surat. Tapi, sahabatku sendiri. Aku kecewa dengan sahabatku. Kenapa dia mempermainkan hatiku. Kenyataannya yang paling menyakitkan adalah lelaki itu mencintai sahabatku sendiri. Sete