Langsung ke konten utama

Perbedaan antara Fiqh Al-Lugha dengan Ilmu Al-Lugha

 

A.    Pengertian Fiqh al-Lughah dan Ilmu al-Lughah

Secara etimologis (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa kata الفقه   berarti العلم بالشيء و الفهم له  (pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu)[1].

Singkatnya kata al-fiqh (الفقه) = al-’ilm (العلم) dan kata faquha (فقه  ) = ‘alima (علم). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah.[2]

Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “علم اللغة “ memiliki kesamaan dengan istilah فقه اللغة" yaitu dari kata فقه" “dan “علم yang dapat diartikan mengetahui atau memahami[3]. Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS; Al-Taubah/9: 122

 لِیَتَفَقهوا فِى الدِّیْنِ " أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءً بهِ

" Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama”[4]

Dengan demikian fiqh al-lughah itu juga berarti ilm al-lughah. Kemudian dari segi istilah (terminologi):

 مَنْهج لِلْبَحْثِ اِسْتِقْرَائِ وَصْفِيٍ یُعْرَفُ بها أَصْلُ اللُّغَةِ الَّتِى یُرَادُ دَرْسها وَمَوَاطِنُها اْلأَوَّلُ وَفَصِیْلَتُها وَعَلاَقَتها باللغات المجاورة أو البعيدة الشقيقة َ أوِ اْلأَجَانِبِیَّةِ، وَخَصَائِصها وَعُیُوْبها ،وَلهجَاتها وَأَصْوَاتها، وتطور دلالتها ومدى نمائها قراءة وكتابة[5]

 

Artinya: “Suatu metode penelitian yang bersifat deduktif untuk mengetahui asal mula suatu bahasa yang akan dipelajari, serta tempat mula

berkembangnya suatu bahasa, serta cabang-cabangnya, atau hubungannya dengan bahasa-bahasa baik yang berdekatan maupun yang berjauhan, serumpun atau asing, beberapa keistimewaannya baik masalah fonologi, morfologi, sintaksis, unsur dialek suatu bahasa, perkembangan semantik-nya, dan seberapa jauh pertumbuhannya baik dari segi bacaan dan tulisan.”

J. W. M. Verhaar menggambarkan bahwa apa yang disebut dengan ilmu al-lughah dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah “Linguistic” dalam bahasa Inggris[1]. Sementara itu, Peter Matthews menjelaskan dalam berbagai Kamus Umum, Lingistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau studi ilmiah mengenai bahasa[2].

 Pada dasarnya, Ilm al-Lughah (Linguistic) menjadikan bahasa yang dikomunikasikan secara lisan (ujaran) sebagai kajian primernya. Adapun bahasa yang dikomunikasikan secara tertulis disebut sebagai kajian sekundernya. Pengertian tersebut setidak-tidaknya bisa memberikan gambaran tentang Ilm al-Lughah (Linguistic) sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang menjadikan bahasa sebagai kajian dalam perkembangannya.

A.    Perbedaan  Fiqh al-Lughah dan Ilm al-Lughah

Pembahasan ini akan dipaparkan perbedaan antara fiqh al-lughah dengan ilm al-lughah. Namun sebagian para ahli tidak membedakan antara fiqh al-lughah dengan ilmu al-lughah. Kesamaan objek kajian kedua istilah di atas terbukti dengan adanya beberapa buku yang menggunakan judul fiqh lughah yang isinya membahas masalah bahasa. Di antara buku dimaksud adalah ‘Asshaiby fi fiqh al-lughah wa sunani al-Arab fi kalamiha karya Ahmad Ibnu Faris (395 H), ‘fiqh al-lughah wa sirru al-Arabiyyah karya Assa’alaby (340 H), fiqh al-lughah karya Ali Abdul Wahid Wafi (1945), buku ‘Dirasaat fi Fiqh al-Lughah’ karya Muhammad Almubarak (1960) dan lain-lain. 

Alasan lain bagi mereka yang mengidentikkan antara ilm al-lughah dengan fiqh al-lughah adalah:

·      Ibnu Faris, Tsa’alabi, dan Ibnu Jinni walaupun nampaknya mereka mempelajari bahasa sebagai alat, tetapi pada akhirnya studi mereka diarahkan untuk mengkaji bahasa Alqur’an.

·      Dalam fiqh al-Lughah, orang Arab tidak membahas masalah asal-usul bahasa. Lain halnya dengan para filolog Barat dalam filologinya.

·      Filologi lebih cenderung bersifat komparatif, sedangkan orang Arab dengan fiqh al-lughahnya, tidak pernah melakukan pembandingan bahasa.

·      Filologi lebih cenderung membahas bahasa yang sudah mati, sedangkan fiqh al-lughah tidak pernah membahas bahasa demikian.

·      Para filolog mengkaji dialek-dialek Indo-Eropa, sedangkan orang Arab mengkaji bahasa Alqur’an.

Dari beberapa alasan di atas, jelaslah bahwa fiqh allughah sama dengan ilmu al-lughah, dan tidak sama dengan filologi yang dipelajari di Barat. Dan bila para linguis mengumandangkan bahwa karakter linguistik adalah (1) menjadikan bahasa sebagai objek kajiannya, (2) menggunakan metode deskriptif, (3) menganalisis bahasa dari empat tataran, dan (4) bersifat ilmiah, maka semua kriteria itu terdapat pada studi bahasa Arab yang dilabeli fiqh al-lughah itu. Oleh sebab itu, bagi penganut pendapat di atas, fiqh lughah sama dengan ilmu lughah.

 Ya’qub dapat mengemukakan alasan kelompok yang membedakan antara fiqh al-lughah dengan ilmu al-lughah dengan jelas sebagai berikut:

·      Cara pandang ilm al-lughah terhadap bahasa berbeda dengan cara pandang fiqh al-lughah. Yang pertama memandang/mengkaji bahasa untuk bahasa, sedangkan yang kedua mengkaji bahasa sebagai sarana untuk mengungkap budaya.

·      Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas dibanding ilm al-lughah. Fiqh lughah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra. Para sarjananya melalukan komparasi antara satu bahasa dengan bahasa lain. Bahkan membuat rekonstruksi teks-teks klasiknya guna mengungkap nilai-nilai budaya yang dikandungnya. Sedangkan ilm al-lughah hanya memusatkan diri pada kajian struktur internal bahasa saja.

·      Secara historis, istilah fiqh al-lughah sudah lebih lama digunakan dibanding istilah ilmu al-lughah.

·      Sejak dicetuskannya, ilm al-lughah sudah dilabeli kata ilmiah secara konsisten, sedangkan fiqh al-lughah masih diragukan keilmiahannya.

·      Mayoritas kajian fiqh al-lughah bersifat historis komparatif, sedangkan ilm al-lughah lebih bersifat deskriptif sinkronis[1].

Atas dasar pertimbangan itu, dalam beberapa kamus bahasa Arab, kedua istilah itu penggunaanya dibedakan. Penulis melihat, bahwa kelompok yang membedakan kedua term di atas, dipengaruhi oleh anggapan bahwa fiqh lughah sama dengan filologi. Ada linguis yang mengatakan bahwa ilm al-lughah mengkaji bukan saja bahasa Arab, tetapi juga bahasa lain (ini yang disebut linguistik umum). Sedangkan fiqh al-lughah hanya mengkaji bahasa Arab. Oleh sebab itu, di antara para linguis Arab ada yang mengatakan bahwa fiqh lugah adalah ilmu al-lughah al-arabiyyah (linguistik bahasa Arab).

Ramdhan Abdut Tawab dalam Fushul fi Fiqh al- Arabiyyah (1994) mengatakan “Term Fiqh al-Lughah sekarang ini digunakan untuk menamakan sebuah ilmu yang berusaha untuk mengungkap karakteristik bahasa Arab, mengetahui kaidah-kaidahnya, perkembangannya, serta berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini baik secara diakronis maupun sinkronis.[2]

Fiqh al-lughah dipakai di dunia Arab dalam kajian bahasa mereka, karena objek bahasannya sama apa yang dipahami dengan Philology yang dikenal dalam kajian bahasa di Barat. Selanjutnya dalam pengertian yang lebih mendalam bahwa fiqh al-lughah atau philology adalah usaha yang dilakukan untuk menelaah manuskrip kuno sebagai sebuah kajian ilmiah untuk memecahkan simbol-simbol yang terdapat dalam buku- buku atau teks-teks

kuno baik dalam prasasti maupun dalam bahan tertulis lainnya yang memungkinkan dapat dikaji lebih khusus.

Filologi berasal dari kata dari bahasa Igrik (Yunani) yang terdiri dari dua kata yaitu philos berarti “kebenaran atau kecintaan” dan kata “logos” bermakna “kalam” (perkataan). Secara terminologi Filologi adalah “ilmu yang membahas tentang studi gramatikal (secara luas) asal usul bahasa dan sejarahnya.”

Menurut Verhaar “Filologi adalah ilmu yang menyelidiki masa kuno dari suatu bahasa berdasarkan dokumen-dokumen tertulis.

Pernyataan Verhaar ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tamam Hasan. Menurut Hasan, filologi adalah ilmu yang mengkaji serta mengkritisi teks-teks klasik dari berbagai aspeknya. Menurutnya, ciri khas filologi adalah berorientasi pada bahasa kuno.

Adapun menurut K. Lachman, philology menekankan kajiannya pada manuskrip-manuskrip (teks-teks kuno) yang dikaji secara ilmiah. Demikian pula halnya fikhi al-lughah juga mencakup di dalamnya kajian yang terkait dengan suatu bahasa baik dari sejarahnya, sumber-sumbernya, dan segala yang terkait dengan bahasa itu sendiri.

Sedangkan ilm al-lughah hanya membahas seputar bahasa itu sendiri[1]. Dengan demikian fiqh al-lughah lebih luas dan menyeluruh karena tujuan akhir fiqh al-lughah ini adalah mempelajari budaya dan peradaban serta kehidupan pemikiran dari berbagai aspeknya, serta penelusuran teks-teks (manuskrip-manuskrip) klasik dalam rangka mengetahui nilai- nilai kultural terkandung di dalamnya.

Jadi, filologi menelaah bahasa, sastra, dan budaya dengan bersumber pada naskah-naskah kuno. Dari naskah- naskah kuno itu dapat diketahui perkembangan bahasa, sastra, budaya, moral, dan intelektual suatu bangsa. Sementara ilmu al-lughah hanya memfokuskan dirinya pada penganalisisan struktur bahasa dan mendeskripsikannya. Dalam hal ini lapangan ilmu al-lughah  yaitu fonologi الأصوات) (, morfologi  (الصرف), sintaksis (النحو) dan semantik (الدلالة)[2].

A.    Ruang Lingkup Ilm al-Lughah (linguistik), dan Fiqh al-Lughah (Filologi)

                        Ruang lingkup kajian fiqh al-lughah lebih luas dibanding ilm al-lughah. Fiqh lughah ditujukan untuk mengungkap aspek budaya dan sastra. Sedangkan proses pengkajian bahasa dalam ilm al-Lughah (linguistik) dapat dijabarkan pada beberapa tataran Ilmu yaitu fonologi الأصوات) (, morfologi  (الصرف), sintaksis (النحو) dan semantik (الدلالة).

1.      Fonetik dan Fonologi (الأصوات)

     Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan bunyi- bunyi (fonem) bahasa dan distribusinya. Fonologi diartikan sebagai kajian bahasa yang mempelajari tentang bunyi-bunyi bahasa yang diproduksi oleh alat ucap manusia. Bidang kajian fonologi adalah bunyi bahasa sebagai satuan terkecil dari ujaran dengan gabungan bunyi yang membentuk suku kata.

Asal kata fonologi, secara harfiah sederhana, terdiri dari gabungan kata fon (yang berarti bunyi) dan logi (yang berarti ilmu). Dalam khazanah bahasa Indonesia, istilah fonologi merupakan turunan kata dari bahasa Belanda, yaitu fonologie.[3]

 Fonologi terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Fonetik dan Fonemik. Fonologi berbeda dengan fonetik. Fonetik mempelajari bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia, terutama yang berhubungan dengan penggunaan dan pengucapan bahasa. Dengan kata lain, fonetik adalah bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suatu bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Sementara itu, Fonemik adalah bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

2.      Morfologi (الصرف)

Morfologi  adalah cabang linguistik yang mengidentifikasi satuan-satuan dasar bahasa sebagai satuan gramatikal. Morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata[4]. Atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatika maupun fungsi semantik.

Dalam ilmu morfologi, terdapat morfem yaitu bagian terkecil dari sebuah kata. Pembagiannya seperti ini :

·         Sebuah wacana dapat dipecah menjadi kalimat

·         Kalimat dapat dipecah menjadi bagian makna terkecil, yaitu kata

·         Kata dapat terdiri atas beberapa morfem, contohnya menanamkan = me-tanam-kan, bisa juga hanya terdiri atas satu morfem, misalnya rumah, kursi, selamat, eksekusi.

3.      Sintaksis (النحو)

 Kata sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “sun” yang berarti “dengan” dan kata “tattein” yang berarti “menempatkan”. Jadi, secara etimologi berarti: menempatkan bersama-sama kata-kata menjadi kelompok kata atau kalimat. Dalam linguistik, sintaksis dari Bahasa Yunani Kuno “συν- syn-“, "bersama", dan “τάξις táxis”, "pengaturan adalah ilmu mengenai prinsip dan peraturan untuk membuat kalimat dalam bahasa alami. Selain aturan ini, kata sintaksis juga digunakan untuk merujuk langsung pada peraturan dan prinsip yang mencakup struktur kalimat dalam bahasa apapun.

Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana. Untuk menjelaskan uraian itu, diambil contoh kalimat dalam bahasa Indonesia: “Seorang pelajar sedang belajar di perpustakaan.

Kalimat di atas terdiri dari satu klausa yang terdiri dari S, ialah seorang pelajar, P, ialah sedang belajar, dan KET ialah di perpustakaan. Sintaksis sebagai bagian dari ilmu bahasa berusaha menjelaskan unsur-unsur itu dalam suatu satuan baik hubungan fungsional maupun hubungan maknawi. Misalnya pada kalimat di atas terdapat frase sedang belajar, yang terdiri dari dua unsur, ialah kata sedang dan kata belajar. Berdasarkan hubungan maknawi antar unsur- unsurnya, frase seorang pelajar yang menduduki fungsi S menyatakan makna pelaku, frase sedang belajar yang menduduki fungsi P menyatakan makna perbuatan dan frase di perpustakaan yang menduduki fungsi KET menyatakan makna tempat. Jadi klausa di atas terdiri dari unsur-unsur maknawi pelaku diikuti perbuatan diikuti tempat.

4.      Semantik (الدلالة)

      Semantik dari Bahasa Yunani: semantikos, memberikan tanda, penting, dari kata sema, tanda) adalah cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu[5].

      Semantik Linguistik adalah studi tentang makna yang digunakan untuk memahami ekspresi manusia melalui bahasa. Bentuk lain dari semantik mencakup semantik bahasa pemrograman, logika formal, dan semiotika.        Kata semantik itu sendiri menunjukkan berbagai ide- dari populer yang sangat teknis. Hal ini sering digunakan dalam bahasa sehari-hari untuk menandakan suatu masalah pemahaman yang datang ke pemilihan kata atau konotasi. Masalah pemahaman ini telah menjadi subjek dari banyak pertanyaan formal, selama jangka waktu yang panjang, terutama dalam bidang semantik formal. Dalam linguistik, itu adalah studi tentang interpretasi tanda-tanda atau simbol yang digunakan dalam agen atau masyarakat dalam keadaan tertentu dan konteks.

      Dalam pandangan ini, suara, ekspresi wajah, bahasa tubuh, dan proxemics memiliki semantik konten (bermakna), dan masing-masing terdiri dari beberapa cabang studi. Dalam bahasa tertulis, hal-hal seperti struktur ayat dan tanda baca menanggung konten semantik, bentuk lain dari bahasa menanggung konten semantik lainnya.

B.     Tokoh-tokoh Fiqh al-Lughah dan Ilm al-Lughah

            Tokoh-tokoh Fiqh al-Lughah dan Ilm al-Lughah adalah sebagai berikut.

·      Abdullah bin Abu Bakar dan Jalaludin Al-Suyuti (Al-Muzhir Fi Ulum Al-Lugha Wa Anwaiha)

·      Abu Al-Fath Usman bin Jinni Al-mosuli (Al-Khashaish)

·      Abu Mansur Al-tsa’labi (Fiqh Al-Lugha Wa Sirr Al-Arabiyah)

·      Ibnu Faris (As-Sahibi Fi Fiqh Lugha Wa Sunan Al-Arab Fi Kalamiha)

·      Ramdlan Abdut Tawab (Fushul fi Fiqh al-Arabiyyah)

A.    Keterkaitan Fiqh al-Lughah dan Ilm al-Lughah dengan bahasa Arab

            Ilmu al-lughah  mengakaji bukan saja bahasa Arab, tetapi juga bahasa lain karenanya ia disebut sebagai linguistik umum. Ilmu al-lughah membagi bahasa Arab kedalam beberapa elemen; Ilmu Nahwu; Ilmu Sharf; Ilmu Dilalah; Fonologi, dan; Ilmu Ashwat. Sedangkan  fiqh al-lughah  hanya mengkaji satu bahasa saja, namun itu mencakup budaya, sejarah, adat kebiasaan, dan produk sastra. Term Fiqh al-Lughah  juga banyak digunakan untuk mengungkap karakteristik bahasa Arab, mengetahui kaidah-kaidahnya, perkembangannya, serta berbagai hal yang berkaitan dengan bahasa ini baik secara diakronis maupun sinkronis.

 



[1] Mahmud Fahmi Hijazi., Ilm al-Lughah: Bain al-Turas wa al-Manahij al- Haditsah, (al-Qahirah:: Dar G

[2] Muhammad al-Mubarak., Fiqh al-Lughah Wa Khashaish al-Arabiyah, (Damsyik: Dar al-Fikr, t.th). h. 21.

[3] Abdul Chaer,. Linguistik Umum, h. 4

[4] McCarthy, Andrew Carstair. English Morphology: Words and Their Structure. (Edinburgh: Edinburgh University Press.2002).

[5] Neurath, Otto; Carnap, Rudolf; Morris, Charles F. W. (Editors). International Encyclopedia of Unified Science.(Chicago, IL: University of Chicago Press.1955).



[1] Imel Badiy’ Ya’cub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wa Khashaishuha, h. 33-36

[2] Ramadhan Abdul Tawwab, Fushul fi Fikh al-Lughah, (Cet. II; Qahirah: Maktabah al-Kanjiy, t.th), h. 9.

 



[1] 5 J. W. M. Verhaar, Asas-Asas Linguistik Umum, (Cet. II, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1999), h. 7.

[2] Peter Matthews, The Concise Oxford Dictionary of Linguistics (Oxford:Oxford University Press, 1995), h. 63.




[1] Imel Badiy’ Ya’cub, Fiqh al-Lughah al-Arabiyah Wa Khashaishuha, (Beirut, Dar al-Tsaqafah al- Islamiyah, t.th). h. 28.

[2]Anwar Abd Rahman.FIQH AL-LUGHAH DAN ILM AL-LUGHAH (Perbedaan, Ruang Lingkup, dan Perkembangannya). (Gowa: Prosiding Internasional, 2015) h.3

[3] Ibn Mansur, Lisan al-Arab, Jilid III, (Beirut: tp, t. th), h. 522.

[4] Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahnya (Cet. X; Bandung: CV Dipenegoro, 2008), h. 301-302.

[5] Shubhi al-Shalih, Dirasat fi Fikh al-Lughah, (Cet. II; Beirut: al- Maktabah al-Ahliyah, 1962 M/ 138

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Terjemahan Bab Mabni dan Mu'rob kitab Jami'u Duruus

4. Kata من   (man) istifhamiyah atau mausuliyah atau mausufiyah atau syartiyah dengan dua tanda jar maka seperti contoh istifhamiyah: ( (مِمَنْ أَنْتَ تَشْكُرُ؟ dan mausuliyah seperti: ( (خذ العلم عمَنْ تثق به dan mausufiyah seperti: ( (عجبت ممَّنْ لك يؤذيك dan syartiyah seperti: ( (ممَّنْ تبتعد ابتعد . -Kata من   (man) istifhamiyah dengan fa’ jariyah seperti: ( (فِيْمَنْ ترغب ان يكون معك؟ dan لا pada kata an an-nasihah untuk mudhori’ seperti: ( (لئلا يعلم اهل الكتاب tidak ada perbedaan pada contoh sebelumnya. Lam ta’lil jariyah dan lam sebelumnya.Mazhab Jumhur dan Abu Hibban dan pengikutnya berpendapat wajib pada pasal. -Kata لا kata in syartiyah al-jariyah seperti: ( (اِلاَّ تفعلوه تكن فتنة اِلاَّ تنصروه الله - Kata لا pada kata kay seperti: ( (لكيلا يكون عليكحرجٌ dan mereka mengatakan pasal ini adalah wajib.Ada dua perkara yang boleh   yaitu al-waslu dan al-faslu di dalam Al-Quran. MABNI DAN MU’ROB DAN AF’AALNYA -Semua fi’il itu adalah mabni dan bukan mu’rob ke

Cinta yang Semu

 Kisah cintaku tak berjalan mulus, seringkali aku hanya merasakan cinta sepihak. Pernah ketika aku SMP  seorang lelaki mengirimiku surat cinta dengan kertas yang sangat harum. Belum pernah selama hidupku dikirimi surat cinta. Itu adalah hal pertama dan terkahir dalam hidupku. Rasanya aku sangat senang, dan kaget. Bagaimana bisa perempuan tak menarik sepertiku mendapatkan surat cinta dari lelaki rahasia. Ketika aku mengungkapkannya pada sahabatku, lelaki ini adalah siswa di kelas lain. Setelah itu, aku sering memerhatikannya. Selanjutnya benih-benih cinta di dalam hatiku muncul. Aku sempat ingin bertanya langsung padanya, apakah benar dia yang mengirimi aku surat itu. Namun, lambat laun itu semua adalah skenario menyakitkan yang aku alami. Singkatnya, surat itu tidak pernah ada. Bukan dia yang mengirimi aku surat. Tapi, sahabatku sendiri. Aku kecewa dengan sahabatku. Kenapa dia mempermainkan hatiku. Kenyataannya yang paling menyakitkan adalah lelaki itu mencintai sahabatku sendiri. Sete