“Ahmad...Ahmad...! kamu dipanggil sama kak Majid.” Tiba-tiba
Kholil memanggil Ahmad yang sedang
membaca kitab Fathul Qorib di kelas.
“Haaahh...,apa kamu tidak salah dengar Lil? Kok tiba-tiba
aku dipanggil sama kak Majid memangnya aku melanggar peraturan, tadi subuh aku
salat di masjid deh,” ucap Ahmad terheran-heran.
Ahmad
terheran-heran karena tiba-tiba saja ia dipanggil oleh Kak Majid. Seantero
pondok tahu kalau kak Majid adalah seorang ketua bagian keamanan yang dikenal
tegas, ganas dan beringas. Tidak segan-segan jika para santri yang melanggar
peraturan pesantren maka mereka akan diberi Ta’zir (hukuman) yang
membuat mereka jera untuk melakukan kesalahan kedua. Tak ada satu pun yang
melaporkan kebijakan-kebijakan pondok pada pihak berwajib karena para santri
juga para wali murid mengetahui bahwa hukuman yang diberikan oleh pesantren merupakan
salah satu bentuk pendidikan yang melatih mental para santri di kehidupan
bermasyarakat nanti.
“Baiklah, dimana aku menemui kak Majid Lil?” tanya Ahmad
pada Kholil.
“di kantor Mad.” Jawab Kholil.
Ahmad pun
langsung pergi meninggalkan kelas, baru saja ia hendak memakai sepatu tiba-tiba
kak Majid datang ditemani oleh kak Burhan. Sontak saja teman-teman kelas Ahmad
berdiri dan melihat ke arah Ahmad dari balik jendela. Banyak yang berasumsi
jika Ahmad akan diberi hukuman oleh bagian keamanan karena ia telah melanggar
peraturan pesantren. Namun, bukannya menarik paksa si Ahmad, kak Majid malah
merangkul pundak Ahmad seolah-olah mereka adalah cs (teman dekat). Semua
teman kelas Ahmad kaget dengan tingkah laku kak Majid. Fenomena aneh.
Ketika kak
Majid merangkul Ahmad ia pun merasa aneh dan kaget karena dalam benaknya ia akan dihukum, diomelin dan ditarik paksa
untuk pergi ke kantor. Begitulah tugas dan perilaku beberapa bagian keamanan.
“Kak, ada apa sih Kok tiba-tiba aku dipanggil sama kakak
untuk pergi ke kantor?” tanya Ahmad.
“Ohh...itu nanti liat aja.” Jawab kak Majid dengan
singkat.
“Mmm... Baiklah.” Balas Ahmad.
Aneh memang
perilaku ka Majid. Sesampainya di kantor, ustad Hanif ternyata sudah menunggu
kedatangan mereka. Beliau pun langsung memberikan berita yang membikin hati
Ahmad dag dig dug.
“Ahh... kau Ahmad sudah datang rupanya, silahkan duduk!”
perintah ustad Hanif
“Syukron yaa ustad.” Jawabku penuh patuh.
Ahmad kira ia
akan diberi hukuman, namun dugaannya salah ternyata ustad Hanif mengabarkan
kepadanya bahwa ia menjadi satu-satunya delegasi peserta lomba untuk
pesantrennya. Ia akan mengikuti perlombaan MQK (Musabaqoh Qiroatil Kutub) di
salah satu kampus negeri Islam yang terkenal di Jakarta yang tak lain adalah UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Pesantren Ahmad memang berada di pinggir kota jadi
tak heran kalau ia mengenal kampus itu.
“Yang benar ustad kenapa saya dipilih menjadi delegasi
pesantren untuk ikut lomba?” tanya Ahmad dengan keraguan.
“Tentu ini kabar yang benar Ahmad, jadi kamu harus
mempersiapkan diri untuk mengikuti lomba MQK di UIN Jakarta,” ujar ustad Hanif.
“Oya tad, memangnya nama acara lombanya apa?”
“Alf”
“hah, seribu saya tidak tanya harga tad”
“A-L-F Ahmad itu nama acaranya”
“Oalaah.... unik sekali namanya, kirain saya harga
hehehe...”
“Terus saya harus belajar dari kitab apa tad?”
“Kitab Fathul Qarib”
“Alhamdulillah, baiklah ustad terimakasih atas
informasinya, doakan saya agar mudah untuk mengerjakan lomba MQK di aLF nanti.”
“Afwan yaa Ahmad, saya selalu mendoakan murid-murid saya,
yang terpenting kamu fokus belajar Kitab
Fathu Qorib, Lusa nanti kamu akan pergi ke UIN bersama ka Majid.”
“Apaa....?! dengan ka Majid?”
“Iya dengannya, memangnya kenapa?”
“Mmmm... tidak ada apa-apa tad, Terima kasih.”
Setelah
pertemuan Ahmad dengan ustad Hanif ia langsung pergi ke kelas. Di perjalanan ia
terus memikirkan peryataan ustad Hanif tadi, bukan soal ia dipilih sebagai
delegasi pesantrennya tapi soal ka Majid yang akan mengantarkannya ke UIN
nanti. Hal yang mengerikan yang tak dapat dibayangkan olehnya.
Setiap hari
Ahmad selalu belajar dan merojaah kitab Fathu Qarib, di kelas, kamar, kantin, masjid,
teras kamar bahkan ketika sedang mengantre makan di dapur ia sempat-sempatnya
belajar kitab. Tak terasa esok adalah hari dimana ia akan berjuang demi
membanggakan pesantrennya serta meraih juara di aLF.
Pagi hari
sekali Ahmad dan Kak Majid pergi meninggalkan pesantren dengan mengendarai
sepeda motor milik pesantren. Sebelum mereka pergi tak lupa Ahmad menemui ustad
Hanif untuk meminta doa dan restu agar diberi kemudahan. Seperti biasa kak
Majid bersikap dingin pada Ahmad sepanjang perjalanan menuju UIN tak ada
sepatah kata yang dilontarkan olehnya. Hampir dua jam perjalanan akhirnya
mereka tiba di UIN. Kak Majid pun langsung bertanya pada seorang satpam di mana
lokasi acara aLF. Acara itu berada di gedung tarbiyah yang letaknya dekat pintu
keluar UIN.
Setelah mereka berada di gedung tarbiyah
mereka pun bergegas menuju tempat perlombaan MQK. Semua panitia menyambut para
peserta lomba dengan senyuman yang ramah.
“Wah wah wah, ramah banget kakak-kakaknya kirain aku
mahasiswa itu jutek-jutek ternyata dugaan ku salah,” oceh Ahmad.
“Makannya jangan ngeliat orang dari luarnya saja mad.”
Tegur Kak Majid.
“Hehehehe, iya ka,ehm ko acara ini namanya aLF ya, aLF
kan artinya seribu maksudnya apa sih?” tanya Ahmad pada kak Majid.
“Laa adri.” Jawabnya dengan singkat.
Mereka akhirnya menemukan ruangan lomba MQK dan
melakukan registrasi terlebih dahulu. Lalu Ahmad mengambil nomor peserta, yang
dia ambil adalah nomor 20. Ia bergegas
mencari tempat yang strategis, untung saja ia membawa kitab Fathu Qorib
jadi ia dapat merojaah pelajaran. Peserta pertama dipanggil oleh MC dan
langsung membaca sekaligus menerjemahkan bab yang diujikan oleh para juri
begitu seterusnya. Setelah menunggu lama Ahmad
akhirnya dipanggil oleh MC.
“Baik, silahkan buka kitabnya dan baca tentang bab salat
lalu terjemahkan sekaligus jelaskan!”
perintah salah satu juri.
Untung saja
Ahmad telah menguasai bab itu jadi ia tidak mempunyai banyak kesulitan. Ia pun
membaca, menerjemahkan dan menjelaskan bab itu dengan jelas dan lancar
seakan-akan ia membaca buku tanpa melihatnya. Begitu sempurna. Setelah itu para
juri melemparkan beberapa pertanyaan kepadanya, tanpa berpikir lama Ahmad
menjawab semua pertanyaan itu dengan mudah dan lancar seperti para juri
menanyakan soal pertambahan pada anak SD. Begitu mudah bagi Ahmad. Semua
penonton dan para juri takjub padanya begitu
pula kak Majid. Setelah semua pertanyaan dijawab oleh Ahmad perlombaan
MQK pun selesai. Ahmad langsung keluar dari ruangan dan kak Majid ternyata
telah menunggunya.
“Mad, hebat sekali kamu tadi.” Puji kak Majid.
“Ahhh, tidak yang tadi biasa saja tak sehebat peserta
sebelumnya.” Jawab Ahmad merendahkan diri.
“Ah sudahlah, feeling-ku kamu akan jadi juara
mad,”
“Semoga doamu terkabul ka,”
“Amin.”
Setelah lomba
MQK selesai mereka pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sedari tadi
minta diisi. Setelah mereka makan, mereka melanjutkan kembali perjalanan mereka
mengitari UIN sambil menunggu pengumuman juara MQK yang akan diumumkan sore
nanti. Ahmad lalu membuka percakapan.
“Aku tahu sekarang aLF itu apa,”
“Memangnya apa Mad?”
“Lihat itu banner yang besar di sana!”
Selama ini
mereka tidak tahu aLF itu apa, dan ketika Ahmad melihat sebuah banner besar
dekat dengan parkiran motor, akhirnya rasa penasaran mereka terpenuhi. aLF itu
kepanjangan dari al-arobiyyah Lil Funun jika diartikan menjadi Pekan Raya Eksplorasi Bahasa
Arab sebuah ajang
kreativitas bagi generasi muda penerus bangsa agar menjadi kontributor yang
berarti bagi kelanjutan perkembangan bahasa Arab. aLF ini adalah acara
tahunannya Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab UIN Jakarta dan maskot
acara ini adalah Alif si onta milenial.
Sore pun tiba dan pengumuman
juara MQK telah diumumkan, dugaan kak Majid ternyata benar Ahmad menjadi juara
umum MQK. Ahmad sangat kaget ketika namanya disebutkan ia tak menyangka kalau
ia bisa jadi juara MQK. Ternyata perjuangannya selama ini tidak sia-sia,
belajar setiap hari dimana pun ia berada bahkan ketika ia mengantre makan pun ia tetap belajar. Ahmad
sangat senang dan terharu karena ia dapat mengharumkan nama pesantrennya.
Begitu juga dengan kak Majid ia sangat bangga pada Ahmad telah menjadi juara
dan membawa pulang piala dan yang paling penting ia telah mengharumkan nama
pesantrennya dengan prestasinya yang selama ini terpendam.
Shifany
Maulida Hijjah
Ig:
@shimathor_id
Komentar
Posting Komentar