“Treng....treng....treng.....”
Dering alarm menyala
menandakan sudah pukul 5 pagi saatnya
dia bangun dan memulai harinya.
Tangannya yang
mungil mencoba untuk meraih alarmnya di atas meja, ia langsung mematikan
alarmnya dan bergegas ke kamar mandi untuk bersih-bersih lalu salat subuh di
kamar. Setelah aktivitas paginya selesai ia pergi ke kampus dengan sepeda
pinknya kemudian ia memarkirkan sepedanya di parkiran khusus sepeda lalu ia
mengunci stang dan ban sepeda dengan kunci tipe U kemudian ia kaitakan kunci tipe U ke tiang parkiran. Selama ini dia telah
kehilangan sepeda tiga kali padahal dia sudah menguncinya, makannya dia
meningkatkan keamanan sepedanya dengan menggunakan kunci tipe U. Setelah
selesai mengunci sepeda ia langsung
pergi ke kelas karena sebentar lagi mata
kuliahnya akan di mulai.
Kelas dimulai dengan
pengabsenan mahasiswa.
“ Ayana Safira.”
“ Hadir pak!” jawab Ayana
dengan napasnya yang ngos-ngosan.
“Ay, untung lu gak telat,
lu tau sendiri kan matkul beliau kalo ada mahasiswa yang telat dikit gak boleh
ikut pelajarannya, lu ngapain aja sih asrama deket juga dari kampus,” ucap Nisa
dengan nada bawelnya.
Annisa Salsabilla
adalah sahabat Ayana sejak SMP, mereka sangat dekat seperti kunci dan gembok
tidak akan terpisah. Buktinya saja dari
SMP sampai Kuliah barengan dan jurusan mereka juga sama, sama-sama mengambil
jurusan perbandingan agama.
“ Alhamdulillah Nis, lu tau kan gua tuh kalo markir sepeda lama
banget gua takut hilang lagi sepeda gua, bayangin gua udah tiga kali kehilangan
sepeda.” Jelas Ayana pada sahabatnya.
Beberapa jam kemudian
“ Baik, bapak cukupkan
mata kuliah hari ini mudah-mudahan ilmu yang bapak transfer ke kalian sampai
pada akal kalian, bapak ingatkan jangan ada yang telat lagi dalam mata kuliah
bapak ya.” Ucap pak dosen pada
mahasiswa-mahasiswanya.
“ Baik pak!”
“Ay, kita ke kantin depan
kampus aja yuk di kafe kampus mahal-mahal gua lagi ngirit ay,” ajak Nisa.
“ Yuk, lagian gua jarang
jajan di kafe kampus, lu-nya aja yang
hedon wkwkwkw...” Ejek Ayana pada sahabatnya.
Mereka pun pergi
ke tempat jajanan di depan kampus mereka, memang jajanan di depan kampus lebih
murah dibandingkan di kafe kampus selain itu lebih banyak variasi makanan dan
jajanan di sana. Mereka memutuskan untuk membeli telur gulung bang Ucup. Telur gulung bang Ucup sudah terkenal se-antero
kampus mereka.
“ Bang Ucup... beli telur
gulung dong 2 bungkus goceng-goceng ya,” ucap Nisa
“ Iya neng bentar yak
lagi rame ni,” jawab bang Ucup
terburu-buru.
Memang bukan hal
yang aneh jika telur gulung bang Ucup selalu ramai oleh para pembeli yang
mayoritas adalah mahasiswa, selain harga yang murah meriah, pembuatan dan penyajiannya juga bersih. Ditambah lagi dengan tempat yang strategis yaitu diantara dua kampus yaitu
Universitas Islam Al- Madinah dan Universitas Atmajaya.
“ Bang punya kita kapan
jadinya?” tanya Nisa.
“ Bentar neng, nih lagi
abang buatin,”
“ Nis gua mau beli minum
dulu ya, lu mau beli minum apa?” tanya Ayana.
“ Gua es teh manis aja
Ay,”
Sambil menunggu
telur gulung, Ayana pergi untuk
membeli minuman. Setelah itu ia kembali ke tempat telur gulung bang Ucup. Ketika bang Ucup
memberikan telur gulung pada Nisa tiba-tiba seorang laki-laki yang mengenakan
jas putih merebutnya. Terjadilah
pertengkaran kecil di antara mereka.
“ Eeehhh, itu kan pesenan
gua ngapa lu ambil,nyelak aja lu,” omel Nisa pada laki-laki
berjas putih itu.
“ Enak aja mba ngomongnya
saya dari tadi nunggu telur gulungnya,” jawab laki-laki itu dengan nada nyolot.
Ayana pun buru-buru melerai
pertengkaran kecil itu.
“ Eh Mas maaf-maaf aja ya
saya tadi lihat bang Ucup ngasih telur gulungnya ke temen saya, masnya
aja yang langsung nyosor gak bisa tertib apa masnya, kita juga sama-sama
pembeli ya wajar kalo nunggu lama. Orang rame gini,” jelas Ayana pada
laki-laki itu.
“ Orang saya dari tadi
nungguin, ya telur
gulung itu punya saya,” tukasnya pada Ayana.
Tidak mau ambil pusing
akhirnya Ayana pun memberikan telur gulung itu pada laki-laki berjas putih.
“ Yaudah dari pada makin
panjang pertengkarannya ini buat masnya aja, lain kali
jadi orang yang sabar mas.” Ucap Ayana pada laki-laki itu.
Akhirnya ia pun pergi
meninggalkan mereka tanpa mengucapkan terima kasih.
“ Ay, kenapa lu kasih
telur gulung kita ke dia sih? Itu kan jelas-jelas punya kita,” tanya Nisa pada
Ayana.
“ Gua gak mau
memperpanjang masalah aja sama laki-laki itu udah keliatan banget dia gak mau ngalah
orangnya.” Jawab Ayana
“ Ulululul.....Ay, lu
emang sahabat terbaik gua dah.” Puji Nisa pada Ayana sambil memeluknya.
-------------------------
“ Max lu malu-maluin gua
aja dah kenapa lu gak ngalah aja sama tu cewe, pake berebutan telur
gulung segala lagi,” ucap Edgar pada Max.
“ Eh lu nggak capek
apa nunggguin telur gulung kita yang nggak jadi-jadi, lagian salah lu
sendiri ngapain ngajak gua beli telur gulung depan kampus udah tau kafe
kampus lebih enak dan higenis makanannya, lu yang nyari perkara Gar,”
jawab Max dengan nada kesal pada Edgar.
“ BTW, cewe yang
tadi cakep juga ya udah cakep, bijaksana lagi,” goda Edgar.
“ Dih apanya yang cakep,
galak iya.” Ucapnya dengan sinis.
“ Max, buruan jalannya
bentar lagi matkul Gastrointestinal mau mulai,” tegur Edgar.
“ Santuy apa Gar.” Jawab Max dengan
santai.
Mata kuliah pun dimulai, baru pertengahan mata kuliah
Max tertidur ketika dosen menjelaskan tentang sistem pencernaan.
“
Max...Max.....Max...Thomas Maxwell bangun kamu!!!” teriak dosen pada Max.
“ Haaahhh, eh bapak ko ada
di sini bukannya lagi ngajar ya,” jawab Max dengan polosnya.
“ Kamu ya bukannya belajar
malah tidur, ingat kamu nanti akan menjadi dokter, ini ni salah satu
contoh gangguan pencernaan, orang yang berlebihan makan aktifitasnya akan
terganggu misal ia akan bermalas-malasan dan mengantuk, sebelumnya pasti kamu
makan makanan yang berminyak dalam jumlah banyak.”
“ Iya pak benar barusan
dia makan telur gulung pak,” celetuk Edgar.
Sontak gelak tawa seluruh
mahasiswa di kelas meramaikan suasana kelas.
(setelah matkul)
“ Lu ngapain sih
Gar tiba-tiba ngomong gitu bikin malu gua aja, males gua temenan ama
lu,” ucap Max dengan kesal pada Edgar.
“ Ini pasti gara-gara cewe
tadi, pasti dia kasih jampe-jampe ke telur gulung gua.” Ucap Max dalam
hati.
-------------------------
“ Ay, lu udah liat mading
belum?”
“ Belum, emang ada apa?”
“ Iiiihh, buruan liat!”
“ Kita satu kelompok Nis, like usually,”
“ Iiiih baca yang teliti Ay!”
“ WHAT?! Kita observasi ke kampus depan, dan kita observasi bagian
fakultas kedokteran kampus depan, kok bisa sih Nis? Kenapa harus ke bagian
fakultas kedokteran? Kenapa?”
“ Mana ketehe. “ Jawab Nisa sambil membengkokan
tangannya ke samping menandakan ketidaktahuannya.
Ternyata Ayana dan Nisa mendapatkan
tugas observasi tentang “ Bagaimana perspektif Tuhan di mata seorang non-muslim”,
tugas itu adalah tugas akhir untuk mata kuliah mereka yaitu filsafat ketuhanan.
Beberapa minggu kemudian.
Ayana dan Nisa pergi ke Universitas
Atmajaya yang berada persis di depan kampus mereka. Mereka pun langsung pergi
ke fakultas kedokteran.
“ Wahhh, ganteng-ganteng banget sih anak kedokteran Ay, lirik
dikit napa Ay jangan kaku banget,” ejek Nisa.
“ Apaan sih Nis ingat kita ke sini buat nugas bukan buat
piknik liat cogan.” Bantah Ayana dengan tegas.
“ Iya iya,”
Ketika mereka menelusuri lorong kelas
fakultas kedokteran tiba-tiba dua orang laki-laki menghampiri mereka. Satu
diantara mereka sangat heboh.
-------------------------
“ Max buru jalannya gua laper nih,”
“ Sabar apa Gar,”
“ Eh..eh… liat dah Max ke lorong kelas itu keknya tu cewe
yang di tukang telur gulung kemarin dah,”
“ Mana mungkin, ngayal aja lu Gar,”
“ Beneran Max liat apa,”
Max pun menyipitkankan matanya untuk
memastikan kalau perempuan yang dimaksud Edgar adalah orang yang sama di tukang
telur gulung tempo hari.
“ Eh iya Gar itu mereka,”
“ Ya kan bener, apa yang gua liat pasti bukan hoax, sekuy
lah kita samperin!”
“ Ngapain kita samper”
“ Ya kali aja mereka tersesat hehehe…, ayolah Max.” Ajak Edgar
pada Max dengan paksa.
Akhirnya mereka berempat bertemu.
“ Hai kalian! Masih ingat kita nggak?” sapa Edgar SKSD.
“ Mmm…. Aah kalian yang waktu itu ngerebut telur gulung
kami kan?” jawab Nisa dengan polosnya.
“ Bagus juga ya ingatan lu, tapi bukan gua yang ngerebut telur
gulung kalian, nih dia yang ngerebut,” jawab Edgar sambil menunjuk ke
arah Max.
“ Mulut lu nggak ada saringannya ya Gar, awas lu ya Gar!” ancam
Max.
Sementara itu Ayana dan Nisa hanya
dapat menahan gelak tawa mereka karena pertengkaran dua laki-laki itu seperti bocah.
“ Mmm, mumpung kalian di sini nih, kami boleh tidak meminta bantuan kalian
buat jadi narasumber kami? Kalian lagi free kan?” tanya Ayana.
“ Dengan senang hati,” jawab Edgar.
“ Apaan sih Gar, habis ini kita kan ada kumpulan” bisik Max
pada Edgar.
“ Yailah kali-kali madol kumpulan Max,”
“ Kampret lu Gar!”
“ Mmm… jadi gimana?” tanya Ayana untuk memastikan mereka bisa
menjadi narasumber.
“ Tentu bisa kok”
“ Oke, oya kita belum kenalan, perkenalkan nama gua Ayana Safira
dan ini temen gua Annisa Salsabilla,”
“ Salam kenal!” jawab Nisa dengan nada gemainya.
“ Salam kenal juga, oya gua Edgar Prakasa panggil aja Edgar, dan
ini temen gua dari lahir namanya Thomas Maxwell panggil aja dia Max.”
“ Jadi gimana prosedur wawancaranya?” tanya Max dengan nada
ketusnya.
“ Oiya jadi nanti kami akan memberikan pertanyaan tentang Tuhan
agak berat sih tapi sebisa kalian aja menurut perspektif kalian.”
“ Mmm oke easy lah, kalo gitu mulai aja sekarang.”
Mereka berempat mencari tempat yang pas untuk melakukan wawancara.
“ Jadi gini, menurut kalian Tuhan itu apa dan bagaimana? Mulai
dari kamu Max,” tanya Ayana memulai sesi wawancara.
“ Oke, pertanyaannya sih simple cuman mungkin jawabannya akan rumit. Saya
sendiri adalah chirstian sejak lahir dan kami memercayai adanya tuhan
kristus. Dalam agama kami (Agama Kristen) mengenal konsep
Tritunggal, yang maksudnya Tuhan memiliki tiga pribadi: Bapa, Putra, dan Roh
Kudus. Bla..bla..bla…” Jawab Max dengan jelas.
“ Oh oke, selanjutnya bagaimana pendapat kamu
Edgar mengenai Tuhan?”
“ Jawaban saya tidak jauh beda dari jawaban
Max tadi,”
Setelah sesi wawancara selesai, tiba-tiba Max bertanya pada Ayana
tentang Tuhan dalam agamanya.
“ Ayana, gua mau tanya tentang pertanyaan lu tadi tapi versi
Islamnya,” tanya Max tiba-tiba.
“ Oh oke, dalam Islam sebutan Tuhan itu Allah yang Maha Esa tidak
ada Tuhan selain dia, dan kami hanya menyembah Allah. Bla…bla..bla..” Jawab
Ayana dengan jelas.
“ Mmm begitu ya, makasih ya Ay,”
“ Sama-sama, makasih juga ya Max udah bantuin tugas akhir gua
mudah-mudahan kita bisa bertemu lagi.”
“ Pasti, kita akan bertemu lagi kok Ay.”
Beberapa tahun kemudian.
Ayana akhirnya mempunyai kesempatan
untuk berkunjung ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah haji. Impiannya terwujud
berkat perantara dosennya yang mengusulkan Ayana untuk menjadi guide jamaah
haji. Pada saat ia melakukan wukuf di padang Arafah tak sengaja ia melihat
laki-laki yang persis seperti Max teman kuliahnya dulu. Dengan rasa penasaran
ia menghampiri lalu memanggilnya “Max” sontak laki-laki itu menoleh dan
tersenyum lembut padanya. Tak disangka Max sudah memeluk Islam sejak pertemuan
kedua mereka di kampus.
Mungkin tanpa adanya peristiwa perebutan telur
gulung mereka tak saling kenal. Pertemuan Ayana dan Max merupakan takdir Allah
yang sangat indah mereka dipertemukan pada saat yang tepat setelah sekian lama
tidak bertemu akhirnya mereka dipertemukan di padang Arafah persis seperti
kisah cinta abadi nabi Adam dan Hawa yang sekian lama tak berjumpa lalu Allah
mempertemukan mereka di padang Arafah.
tamat
Komentar
Posting Komentar