Langsung ke konten utama

Esai: Perspektif Santri Terhadap Isu Kekerasan Seksual Berbasis Gender Online Pada Masa Pandemi


Santri sebagai agen penerus bangsa sekaligus pendakwah yang membawa ilmu-ilmu pengetahuan khususnya ilmu agama dalam hidupnya ditugaskan untuk selalu menyebarkan syariat Islam kepada semua insan. Selain itu, seorang santri hendaknya juga menyebar kebaikan, perhatian, dan kasih sanyangnya kepada para korban kekerasan dan pelecehan seksual. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa berjihad menegakkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan merupakan esensi dalam ajaran Islam.

Bila kita kaitkan dengan cita-cita kemerdekaan NKRI, negara kita belum merdeka secara penuh. Secara yuridis negara kita sudah merdeka namun dalam prakteknya negara kita masih belum merdeka. Misalnya yang saat ini menjadi headline dalam setiap berita adalah  terjadinya kasus-kasus kekerasan dan pelecahan seksual.  Faktanya mayoritas korban dan penyintas kekerasan dan pelecehan seksual adalah pada perempuan, namun pada hakikatnya hal ini bisa terjadi kepada siapa saja. Kasus-kasus kekerasan ini sudah ada dari zaman dahulu sampai sekarang. Ini menjadi momok  bagi kita semua yang seharusnya  lebih perhatian dan aware lagi terhadap kasus-kasus kekerasan seksual. 

Sebagai seorang santri kita harus bersikap open minded terhadap ilmu-ilmu baru. Apalagi kita hidup di zaman milenial yang segala kebutuhannya diproduksi oleh teknologi. Menurut saya, santri milenial adalah santri yang mau terbuka dan berbaur dengan hal-hal baru serta ikut andil dalam pencarian solusi terhadap masalah-masalah yang ada pada zaman ini dengan berlandaskan ajaran Islam. Topik kekerasan dan pelecehan seksual adalah topik yang sangat  penting untuk dibahas oleh kita sebagai santri yang memperjuangkan nilai-nilai keadilan dan kesetaraan manusia.

Maraknya kekerasan seksual dan semakin canggihnya teknologi serta populernya penggunaan media sosial telah menghadirkan bentuk-bentuk kekerasan berbasis gender baru yaitu kekerasan berbasis gender online yang disingkat dengan KBGO.  Apalagi di masa pandemi ini sebagian besar aktivitas di luar rumah dilakukan di dalam rumah yang pastinya penggunaan internet dan media sosial meningkat dan ini juga berdampak pada peningkatan kasus kekerasan berbasis gender online. 

Sebagai santri milenial hendaknya kita menyebarkan hal-hal yang baik juga edukatif kepada masyarakat salah satunya tentang kekerasan berbasis gender online ini. Menurut saya, seorang santri tidak melulu harus  menyampaikan tentang berbagai macam hukum-hukum dalam Islam seperti salat, puasa, zakat, muamalah, dan lain-lain. Tetapi diluar konteks itu santri juga harus menyampaikan informasi yang edukatif juga bermanfaat bagi kemaslahatan masyarakat. Bukankah dalam ajaran Islam wajib menyampaikan sesuatu yang baik kepada orang lain?

Kekerasan berbasis gender online adalah  tindak kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi, sama seperti tindak kekerasan berbasis gender di dunia nyata, tindak tersebut memiliki niat atau maksud untuk melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual.

Sejak tahun 2015, Komnas Perempuan telah memberikan catatan tentang kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan dunia online  dan menggarisbawahi bahwa kekerasan dan kejahatan siber memiliki pola kasus yang semakin rumit.  Pada tahun 2017 ada 65 laporan kasus kekerasan terhadap perempuan di dunia maya yang diterima oleh Komnas Perempuan. Kasus kekerasan ini akan terus meningkat setiap tahunnya apabila tidak  adanya sosialisasi edukasi tentang pencegahan dan dampak dari kekerasan berbasis gender online  kepada masyarakat.

Sepanjang tahun 2017  setidaknya ada 8 bentuk kekerasan berbasis gender online yang dilaporkan kepada Komnas Perempuan, yaitu pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harassment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik (online defamation), dan rekrutmen online (online recruitment).

Sementara itu, dalam Internet Governance Forum dipaparkan bahwa KBGO mencakup spektrum perilaku, termasuk penguntitan, pengintimidasian, pelecehan seksual, pencemaran nama baik, ujaran kebencian, dan eksploitasi. KBGO juga dapat masuk ke dunia offline, di mana korban dan penyintas mengalami kombinasi penyiksaan fisik, seksual, dan psikologis, baik secara online maupun langsung di dunia nyata saat offline.

Lalu, siapa saja yang dapat menjadi korban kekerasan berbasis gender online?

  Berdasarkan riset Association for progressive Communications atau APC, ada tiga tipe yang paling berisiko mengalami KBGO, yakni:

1. Seseorang yang terlibat dalam hubungan intim, yang dilanggar biasanya keintiman dan kepercayaan, yang terjadi melibatkan penggunaan teknologi dan informasi untuk ekspresi pribadi, kemudian kontennya dieksploitasi secara publik oleh orang yang terlibat erat dengan hal tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan konsukuensi yang ekstrim seperti, bunuh diri, dipermalukan oleh publik, hingga perlu aksi tambahan  dengan mengubah nama dan alamat.

2. Profesional yang sering terlibat dalam ekspresi publik (aktivis, jurnalis, penulis, peneliti, musisi, aktor, dll), yang dilanggar adalah kebebasan berekspresi: politis dan personal,  terjadi pelecehan, ancaman, dan pembungkaman melalui pelecehan secara verbal.  Konsukuensinya tidak terlalu ekstrim karena status publik korban sehingga memiliki kekuatan lebih untuk memperbaiki situasi.

3. Penyintas dan korban penyerangan fisik, yang dilanggar adalah keselamatan fisik dan yang terjadi yaitu terlibat dalam kejahatan langsung seperti kekerasan dan perkosaan yang dapat mengakibatkan konsukuensi ekstrim seperti bunuh diri.

Sebenarnya siapa pun  bisa menjadi korban KBGO tidak melihat dari mana asalnya, pekerjaan, gender, status sosial, dan sebagainya. Jadi kita harus mewaspadai dan berhati-hati terhadap KBGO ini.

Pada saat kita menjadi korban kita dapat melakukan first aids dengan cara, mendokumentasikan hal-hal yang terjadi pada diri yang dibuat secara kronologis juga detail, selanjutnya menghubungi bantuan yaitu kita dapat menghubungi  individu, organisasi, lembaga, atau institusi terpercaya yang dapat memberikan bantuan terdekat dari lokasi tempat tinggal seperti LBH, layanan konseling, dan bantuan terkait keamanan digital, atau bisa juga ke Komnas Perempuan yang mempunyai layanan Khusus pengaduan melalui beberapa media. 

Motif pelaku dalam melakukan tindak kekerasan ini pun bermacam-macam seperti balas dendam, cemburu, agenda politik, kemarahan, agenda ideologi, hasrat seksual, kebutuhan ekonimi, menjaga status sosial. Tujuan mereka adalah untuk menyakiti psikologis dan fisik korban bahkan sampai mencemarkan nama baik korban.

Masing-masing korban dan penyintas KBGO mengalami dampak yang berbeda-beda. Berikut ini hal-hal yang dialami korban dan penyintas KBGO:

1. Kerugian psikologis, seperti  korban dan penyintas mengalami kecemasan, depresi, ketakutan, sampai yang paling buruk adalah keinginan untuk mengakhiri hidup.

2. Keterasingan sosial, seperti korban dan penyintas menarik diri dari kehidupan publik, termasuk dengan keluarga, dan teman-teman. Hal ini terutama berlaku untuk perempuan yang foto dan vidionya didistribusikan tanpa persetujuan.

3. Kerugian ekonomi,  mereka menjadi pengangguran dan kehilangan penghasilan.

4. Mobilitas terbatas, mereka kehilangan kemampuan untuk bergerak bebas dan berpartisipasi dalam ruang online dan offline. 

5. Sensor diri, seperti putusnya akses informasi, layanan elektronik, dan komunikasi sosial atau profesional.

Hal ini berkontribusi terhadap budaya seksisme dan misoginis online, serta melanggengkan ketidaksetaraan gender di ranah offline. Pelecehan dan kekerasan berbasis gender merugikan para korban khususnya perempuan dengan membatasi kemampuan mereka untuk mendapatkan manfaat dari peluang yang sama secara online yang biasanya didapatkan oleh laki-laki, seperti pekerjaan, promosi, dan ekspresi diri.

Maka dari itu, mulai saat ini kita harus berhenti untuk menyalahkan korban (victim blaming). Karena sudah cukup berat penderitaan yang dialami para korban dan penyintas. Kita sebagai santri sekaligus masyarakat  seharusnya tidak membebani lagi penderitaan mereka  dengan menyalahkan mereka. Bukankah sebagai manusia kita wajib menolong satu sama lain? Setidaknya, dengan kita mendengarkan permasalahan mereka, beban yang mereka derita akan berkurang.

Kita juga bisa membantu serta mendampingi para korban dengan cara memberikan dukungan yang positif kepada mereka dengan menciptakan wadah atau sarana agar mereka dapat menceritakan KBGO yang terjadi, lalu melakukan kampanye solidaritas yang dapat menyebarkan kesadaran akan keberadaan KBGO.

Sebagai santri kita harus membela kebenaran dan melindungi para korban, bukan malah menyalahkan korban. Perbuatan pelaku adalah perbuatan yang salah dan amat tercela, kita jangan lagi mernormalisasikan perbuatan ini. Sebagaimana yang kita tahu tentang penggalan kalimat  amar ma'ruf nahi munkar yang secara terminologi artinya menyuruh kepada kebaikan, mencegah dari kemungkaran. Sudah sepatutnya kita menerapkan ini pada kehidupan kita untuk senantiasa menyerukan kebaikan, saling menolong, dan mencegah sekaligus melawan keburukan. Karena santri adalah agen penerus bangsa yang nantinya akan memimpin Negara kita menuju cita-cita Negara Kesatuan Republik Indonesia yang akan terwujud.


 







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan antara Fiqh Al-Lugha dengan Ilmu Al-Lugha

  A.     Pengertian Fiqh al-Lughah dan Ilmu al-Lughah Secara etimologis (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa kata الفقه     berarti العلم بالشيء و الفهم له   ( pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu) [1] . Singkatnya kata al-fiqh ( الفقه ) = al-’ilm ( العلم ) dan kata faquha ( فقه   ) = ‘alima ( علم ). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah . [2] Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “ علم اللغة “ memiliki kesamaan dengan istilah فقه اللغة" “ yaitu dari kata فقه" “dan “ علم “ yang dapat diartikan mengetahui atau memahami [3] . Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS; Al-Taubah/9: 122   لِیَتَفَقهوا فِى الدِّیْنِ " أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءً بهِ “ " Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” [4] Dengan demikian fiqh al-lughah

Terjemahan Bab Mabni dan Mu'rob kitab Jami'u Duruus

4. Kata من   (man) istifhamiyah atau mausuliyah atau mausufiyah atau syartiyah dengan dua tanda jar maka seperti contoh istifhamiyah: ( (مِمَنْ أَنْتَ تَشْكُرُ؟ dan mausuliyah seperti: ( (خذ العلم عمَنْ تثق به dan mausufiyah seperti: ( (عجبت ممَّنْ لك يؤذيك dan syartiyah seperti: ( (ممَّنْ تبتعد ابتعد . -Kata من   (man) istifhamiyah dengan fa’ jariyah seperti: ( (فِيْمَنْ ترغب ان يكون معك؟ dan لا pada kata an an-nasihah untuk mudhori’ seperti: ( (لئلا يعلم اهل الكتاب tidak ada perbedaan pada contoh sebelumnya. Lam ta’lil jariyah dan lam sebelumnya.Mazhab Jumhur dan Abu Hibban dan pengikutnya berpendapat wajib pada pasal. -Kata لا kata in syartiyah al-jariyah seperti: ( (اِلاَّ تفعلوه تكن فتنة اِلاَّ تنصروه الله - Kata لا pada kata kay seperti: ( (لكيلا يكون عليكحرجٌ dan mereka mengatakan pasal ini adalah wajib.Ada dua perkara yang boleh   yaitu al-waslu dan al-faslu di dalam Al-Quran. MABNI DAN MU’ROB DAN AF’AALNYA -Semua fi’il itu adalah mabni dan bukan mu’rob ke

Cinta yang Semu

 Kisah cintaku tak berjalan mulus, seringkali aku hanya merasakan cinta sepihak. Pernah ketika aku SMP  seorang lelaki mengirimiku surat cinta dengan kertas yang sangat harum. Belum pernah selama hidupku dikirimi surat cinta. Itu adalah hal pertama dan terkahir dalam hidupku. Rasanya aku sangat senang, dan kaget. Bagaimana bisa perempuan tak menarik sepertiku mendapatkan surat cinta dari lelaki rahasia. Ketika aku mengungkapkannya pada sahabatku, lelaki ini adalah siswa di kelas lain. Setelah itu, aku sering memerhatikannya. Selanjutnya benih-benih cinta di dalam hatiku muncul. Aku sempat ingin bertanya langsung padanya, apakah benar dia yang mengirimi aku surat itu. Namun, lambat laun itu semua adalah skenario menyakitkan yang aku alami. Singkatnya, surat itu tidak pernah ada. Bukan dia yang mengirimi aku surat. Tapi, sahabatku sendiri. Aku kecewa dengan sahabatku. Kenapa dia mempermainkan hatiku. Kenyataannya yang paling menyakitkan adalah lelaki itu mencintai sahabatku sendiri. Sete