Langsung ke konten utama

Gender dalam Islam

Gender memiliki berbagai macam makna, gender dapat dimaknai dari beberapa aspek yaitu dari segi fenomena atau kontruksi sosial, suatu persoalan, perspektif, alat analisis, dan sebuah gerakan kesadaran. Gender dan jenis kelamin selalu dikaitkan dengan hal yang sama, namun pada hakikatnya kedua hal ini sangatlah berbeda. Kita dapat mengidentifikasi perbedaan gender dengan jenis kelamin atau seks melalui table berikut ini:

Laki-laki

G/S

Perempuan

G/S

Jakun

S

Vagina

S

Penis

S

Menyusui

S

Kuat

G

Hamil

S

Rasional

G

Lembut

G

Pemimpin

G

Perasaan

G

Warisan double

G

Cerewet

G

Gagah

G

Dilindungi

G

 

Dari table di atas kita dapat membedakan perbedaan gender dan jenis kelamin. Seks atau jenis kelamin itu gawan, perbedaan biologis, ciptaan Tuhan, bersifat kodrat, tidak dapat diubah fungsinya, berlaku sepanjang masa, contohnya perempuan menstruasi, hamil, dan melahirkan, laki-laki membuahi. Gender itu gawean, perbedaan sifat, peran, posisi, dan tanggung jawab, hasil konstruksi sosial, buatan manusia, dapat berubah, tergantung waktu dan kepatutan budaya setempat.

Dapat terjadi ketidakadilan terhadap gender apabila ada pernyataan yang salah terhadap laki-laki dan perempuan. Contohnya: laki-laki yang berambut pendek lebih berani dari pada perempuan berambut panjang, warna merah muda yang disukai perempuan lebih baik dari pada warna biru yang disukai laki-laki.

Akar penyebab ketidakadilan gender adalah konstruksi budaya patriarki, paham agama yang bias gender (misoginis), kebijakan netral/bias gender. Contoh dari kebijakan netral/bias gender pada masalah toilet umum perempuan dan laki-laki. Mengapa antrian toilet perempuan lebih panjang dibandingkan antrian toilet laki-laki, salah satu alasannya adalah seorang Ibu yang memiliki anak laki-laki terkadang membawa anaknya ke toilet perempuan bukan ikut ke bapaknya, hal ini sering terjadi karena pengaruh budaya patriarki terhadap peran domestik perempuan yang beranggapan bahwa urusan mengurus anak adalah kewajiban seorang Ibu.

Akibat dari ketidakadilan gender dapat menimbulkan masalah yaitu adanya bentuk-bentuk diskriminasi, stereotip, subordinasi, marginalisasi, kekerasan berbasis gender, dll.

Contoh gender dalam Islam yaitu pada poligami, seksualitas, dan kepemimpinan. Poligami adalah pernikahan lebih dari satu istri. Terdapat ayat-ayat Al-Quran dan Hadist mengenai poligami seperti Q.S. An-Nisa’:3 yang jika kita lihat asbabun nuzulnya itu mengenai sebab diturunkannya ayat ini karena untuk perlindungan terhadap janda dan anak yatim karena ayat ini diturunkan setelah perang Uhud yang mana 10% umat Islam syahid dan tentunya mereka meninggalkan anak dan istri. Adapun ayat yang jarang sekali menjadi rujukan bahwa pernikahan monogami lebih baik ketimbang poligami yaitu pada Q.S. An-Nisa’: 129 yaitu jika ingin poligami harus bersikap adil. Al-Quran mengisyaratkan bahwa adil itu hampir mustahil. Rasulullah pun melarang Ali untuk memoligami Fatimah (hadist), bahkan Rasulullah monogami selama 24-25 tahun dengan Khadijah.  Islam datang untuk memperbaiki perilaku-perilaku tercela masyarakat jahiliyah yang pada waktu itu memiliki istri yang jumlahnya tak terbatas, bahkan terdapat sebuah budaya yang dinamakan Ghilah yaitu pantangan berhubungan seksual saat istri sedang hamil dan menyusui bisa kita bayangkan betapa ‘gila’nya kehidupan dulu.

Seksualitas dalam Islam, seksualitas adalah bagian yang integral dalam kehidupan manusia. Seksualitas tidak hanya berhubungan dengan reproduksi tetapi juga terkait dengan masalah kebiasaan/adat istiadat, agama, seni, moral, dan hukum. Ayat-ayat seksualitas: Al-Baqarah:187, An-Nisa’:19, dan juga hadist yang menyatakan siapa saja laki-laki yang ‘memanggil’ istrinya dan dia (istri) tidak mau dia akan dilaknat oleh malaikat sampai pagi. Sebab turunnya ayat dan hadist:  

1-      (Al-Baqarah:187)= puasa tidak boleh berhubungan suami istri dari isya sampai maghrib. Seksualitas diumpamakan sebagai pakaian yang berarti bahwa keduanya (istri dan suami) memiliki yang sama.

2-      (Al-Baqarah:223)= wanita haid tidak diberi makan, tidak didekati bahkan dijauhi. Orang yahudi mengejek bahwa yang menggauli istrinya dari belakang anaknya akan lahir juling.

Pada Q.S. An-Nisa’:19  yang dimaksud perempan adalah ‘ladang’ adalah penekanan utamanya bukan pada ‘berhak memaksa’ tetapi tentang tata cara berhubungan.

Kepemimpinan perempuan di ranah publik dan imam salat, landasan-landasan ayat Al-Quran (An-Nisa’:34), hadist yang membolehkan perempuan menjadi imam salat hadist tentang Ummu Waraqah, dan juga hadist yang menyatakan bahwa yang boleh menjadi imam adalah orang yang lebih bagus dan baik pada bacaannya.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan antara Fiqh Al-Lugha dengan Ilmu Al-Lugha

  A.     Pengertian Fiqh al-Lughah dan Ilmu al-Lughah Secara etimologis (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa kata الفقه     berarti العلم بالشيء و الفهم له   ( pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu) [1] . Singkatnya kata al-fiqh ( الفقه ) = al-’ilm ( العلم ) dan kata faquha ( فقه   ) = ‘alima ( علم ). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah . [2] Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “ علم اللغة “ memiliki kesamaan dengan istilah فقه اللغة" “ yaitu dari kata فقه" “dan “ علم “ yang dapat diartikan mengetahui atau memahami [3] . Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS; Al-Taubah/9: 122   لِیَتَفَقهوا فِى الدِّیْنِ " أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءً بهِ “ " Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” [4] Dengan demikian fiqh al-lughah

Terjemahan Bab Mabni dan Mu'rob kitab Jami'u Duruus

4. Kata من   (man) istifhamiyah atau mausuliyah atau mausufiyah atau syartiyah dengan dua tanda jar maka seperti contoh istifhamiyah: ( (مِمَنْ أَنْتَ تَشْكُرُ؟ dan mausuliyah seperti: ( (خذ العلم عمَنْ تثق به dan mausufiyah seperti: ( (عجبت ممَّنْ لك يؤذيك dan syartiyah seperti: ( (ممَّنْ تبتعد ابتعد . -Kata من   (man) istifhamiyah dengan fa’ jariyah seperti: ( (فِيْمَنْ ترغب ان يكون معك؟ dan لا pada kata an an-nasihah untuk mudhori’ seperti: ( (لئلا يعلم اهل الكتاب tidak ada perbedaan pada contoh sebelumnya. Lam ta’lil jariyah dan lam sebelumnya.Mazhab Jumhur dan Abu Hibban dan pengikutnya berpendapat wajib pada pasal. -Kata لا kata in syartiyah al-jariyah seperti: ( (اِلاَّ تفعلوه تكن فتنة اِلاَّ تنصروه الله - Kata لا pada kata kay seperti: ( (لكيلا يكون عليكحرجٌ dan mereka mengatakan pasal ini adalah wajib.Ada dua perkara yang boleh   yaitu al-waslu dan al-faslu di dalam Al-Quran. MABNI DAN MU’ROB DAN AF’AALNYA -Semua fi’il itu adalah mabni dan bukan mu’rob ke

Cinta yang Semu

 Kisah cintaku tak berjalan mulus, seringkali aku hanya merasakan cinta sepihak. Pernah ketika aku SMP  seorang lelaki mengirimiku surat cinta dengan kertas yang sangat harum. Belum pernah selama hidupku dikirimi surat cinta. Itu adalah hal pertama dan terkahir dalam hidupku. Rasanya aku sangat senang, dan kaget. Bagaimana bisa perempuan tak menarik sepertiku mendapatkan surat cinta dari lelaki rahasia. Ketika aku mengungkapkannya pada sahabatku, lelaki ini adalah siswa di kelas lain. Setelah itu, aku sering memerhatikannya. Selanjutnya benih-benih cinta di dalam hatiku muncul. Aku sempat ingin bertanya langsung padanya, apakah benar dia yang mengirimi aku surat itu. Namun, lambat laun itu semua adalah skenario menyakitkan yang aku alami. Singkatnya, surat itu tidak pernah ada. Bukan dia yang mengirimi aku surat. Tapi, sahabatku sendiri. Aku kecewa dengan sahabatku. Kenapa dia mempermainkan hatiku. Kenyataannya yang paling menyakitkan adalah lelaki itu mencintai sahabatku sendiri. Sete