Langsung ke konten utama

Journey of Acne Fighter

 Menjadi seorang acne fighter haruslah kuat, baik dari fisik maupun mental. Ceritaku dimulai ketika aku masih SMP dan aku sekolah di pondok pesantren, waktu itu aku belum concern bgt soal jerawat, aku pikir jerawat yg ada di wajahku bakal hilang beberapa saat, tapi ternyata jerawatku malah berkembang biak menjadi banyak. Ketika waktu mudif (visiting time)  mamahku langsung khawatir bgt terhadap wajahku yg jerawatan. Lusanya mamahku kembali lagi ke pondok untuk memberikanku skincare untuk muka jerawat, dan guruku ikut dengan mamahku sambil memberi nasihat agar aku selalu menjaga kesehatan dan kebersihan. Oke, mulai dari sana aku rajin mencuci wajahku dengan sabun muka dari mamah. Alhamdulillah, aku cocok dengan sabun muka itu, jerawatku berangsur membaik. Semenjak itu, wajahku jarang timbul jerawat. Namun setelah aku lulus dari pesantren dan mulai masuk universitas, tepatnya di pertengahan semester 3 aku kembali berjerawat. Mungkin karena aku udah dewasa dan mengerti tentang perawatan diri, ketika  jerawat tumbuh di wajahku, aku merasa cemas, sedih, rasa percaya diriku menurun, selalu overthinking kenapa aku jerawatan lagi. Ada waktu dimana aku udah hopeless bgt sama diriku, aku frustasi, nangis kejer bgt, sampe kayak orang gila, aku nangis kek yang sesegukan gitu, sesak nafasku. Mungkin ini juga karena pengaruh dari orang-orang yang sering nyiyirin aku tentang jerawatku, ditambah lagi tekanan dari keluarga, kalian yg acne fighter pasti pahamkan.

Aku udah ditahap yg frustasi bgt, aku udah gg percaya sama diriku. Aku sadar itu buruk bgt buat kesehatan mentalku. Akhirnya mamahku nyuruh aku pergi ke dokter kulit di rumah sakit. Aku berobat ke dokter 3x check up dan cukup pricely, tapi demi kesehatan wajah, aku harus berkorban. Selama kurang lebih 4 bulan melakukan treatment dari dokter, wajahku mendingan, jerawat-jerawat mulai gg tumbuh lagi, bekas jerawat pun mulai memudar. Sedikit demi sedikit rasa percaya diriku mulai hadir lagi, aku mulai bisa 'tersenyum' lagi. Yang namanya pake obat racikan dokter takut ketergantungan kn, ditambah lgi harganya yg cukup  pricely, makannya aku pelan-pelan gg pake obat dari dokter, aku cari skincare yg cocok dengan kulitku. Oya, aku jerawatan itu karena pengaruh hormon yang gg stabil, ditambah kulitku itu tipenya berminyak-sensitif, dan aku harus menghindari makanan-makanan dari olahan susu. Aku mulai memperhatikan pola makan dan tidurku dengan baik, ditambah lagi aku gg boleh stress berlebihan. Tapi setelah itu, jerawatku tetap saja muncul, ya mungkin karena faktor hormon susah juga kalau berkaitan dengan hormon, faktor alami.

It's Ok, aku udah belajar untuk menerima diriku dengan kondisi apapun, lagian kalo aku memang terlahir dengan jerawat mau digimanain lagi, toh aku udah berusaha untuk menyembuhkannya. Dari kondisiku saat ini aku sadar jika kita di dunia hanya sementara, kalo kita hanya ingin 'menyenangkan' orang lain hanya dengan penampilan, menurutku itu sia-sia, masih ada nilai plus dalam diri manusia yaitu akhlak dan kemampuan. Penampilan adalah fana karena dia akan memudar seiring bertambahnya usia, namun, akhlak dan kemampuan akan abadi. Bagiku self love adalah bagian terpenting buat aku, karena cuman diriku yg tau aku, yg nemenin aku bertahan dan struggle dalam hidupku. Percayalah, memanjakan dan membahagiankan diri sendiri adalah salah satu dari healing mental illness.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan antara Fiqh Al-Lugha dengan Ilmu Al-Lugha

  A.     Pengertian Fiqh al-Lughah dan Ilmu al-Lughah Secara etimologis (dari segi bahasa) kedua istilah itu sama. Dalam kamus Arab ditemukan bahwa kata الفقه     berarti العلم بالشيء و الفهم له   ( pemahaman dan pengetahuan tentang sesuatu) [1] . Singkatnya kata al-fiqh ( الفقه ) = al-’ilm ( العلم ) dan kata faquha ( فقه   ) = ‘alima ( علم ). Hanya saja pada penggunaannya kemudian, kata al-fiqh lebih didominasi oleh bidang hukum. Dengan demikian frase ilm lughah sama dengan frase fiqh lughah . [2] Pendapat ini sejalan dengan pendapat Ibnu Mansur, beliau mengatakan bahwa istilah “ علم اللغة “ memiliki kesamaan dengan istilah فقه اللغة" “ yaitu dari kata فقه" “dan “ علم “ yang dapat diartikan mengetahui atau memahami [3] . Hal ini diperkuat firman Allah swt. dalam QS; Al-Taubah/9: 122   لِیَتَفَقهوا فِى الدِّیْنِ " أَيْ لِیَكُوْنُوْاعُلَمَاءً بهِ “ " Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama” [4] Dengan demikian fiqh al-lughah

Terjemahan Bab Mabni dan Mu'rob kitab Jami'u Duruus

4. Kata من   (man) istifhamiyah atau mausuliyah atau mausufiyah atau syartiyah dengan dua tanda jar maka seperti contoh istifhamiyah: ( (مِمَنْ أَنْتَ تَشْكُرُ؟ dan mausuliyah seperti: ( (خذ العلم عمَنْ تثق به dan mausufiyah seperti: ( (عجبت ممَّنْ لك يؤذيك dan syartiyah seperti: ( (ممَّنْ تبتعد ابتعد . -Kata من   (man) istifhamiyah dengan fa’ jariyah seperti: ( (فِيْمَنْ ترغب ان يكون معك؟ dan لا pada kata an an-nasihah untuk mudhori’ seperti: ( (لئلا يعلم اهل الكتاب tidak ada perbedaan pada contoh sebelumnya. Lam ta’lil jariyah dan lam sebelumnya.Mazhab Jumhur dan Abu Hibban dan pengikutnya berpendapat wajib pada pasal. -Kata لا kata in syartiyah al-jariyah seperti: ( (اِلاَّ تفعلوه تكن فتنة اِلاَّ تنصروه الله - Kata لا pada kata kay seperti: ( (لكيلا يكون عليكحرجٌ dan mereka mengatakan pasal ini adalah wajib.Ada dua perkara yang boleh   yaitu al-waslu dan al-faslu di dalam Al-Quran. MABNI DAN MU’ROB DAN AF’AALNYA -Semua fi’il itu adalah mabni dan bukan mu’rob ke

Cinta yang Semu

 Kisah cintaku tak berjalan mulus, seringkali aku hanya merasakan cinta sepihak. Pernah ketika aku SMP  seorang lelaki mengirimiku surat cinta dengan kertas yang sangat harum. Belum pernah selama hidupku dikirimi surat cinta. Itu adalah hal pertama dan terkahir dalam hidupku. Rasanya aku sangat senang, dan kaget. Bagaimana bisa perempuan tak menarik sepertiku mendapatkan surat cinta dari lelaki rahasia. Ketika aku mengungkapkannya pada sahabatku, lelaki ini adalah siswa di kelas lain. Setelah itu, aku sering memerhatikannya. Selanjutnya benih-benih cinta di dalam hatiku muncul. Aku sempat ingin bertanya langsung padanya, apakah benar dia yang mengirimi aku surat itu. Namun, lambat laun itu semua adalah skenario menyakitkan yang aku alami. Singkatnya, surat itu tidak pernah ada. Bukan dia yang mengirimi aku surat. Tapi, sahabatku sendiri. Aku kecewa dengan sahabatku. Kenapa dia mempermainkan hatiku. Kenyataannya yang paling menyakitkan adalah lelaki itu mencintai sahabatku sendiri. Sete