Beberapa tahun lalu, kita sempat digegerkan dengan sebuah kasus unik yang terjadi di Indonesia, tepatnya di Semarang, Jawa Tengah, yaitu terjadinya pernikahan antara Syeh Puji Cahyo W. yang telah berumur 45 tahun dengan Lutfiana Ulfah yang baru berumur 11 tahun 8 bulan. Menurut Syeh Puji, landasan dalam melaksanakan pernikahan ‘nyentrik’ tersebut adalah meniru perbuatan Nabi Muhammad pada saat menikahi ‘Aisyah ra.
Melihat hal yang menimbulkan kontroversi tersebut, timbul pertanyaan benarkah Nabi Muhammad menikahi ‘Aisyah pada saat ia (‘Aisyah) berumur 7 tahun dan baru digauli pada umur 9 tahun? Untuk menjawab rasa keingintahuan tersebut, maka saya ingin menyadurkan sebuah jurnal penelitian yang kevalidannya telah dibuktikan melalui penelitiannya tersebut. Dari tulisan ini, dapat dibuktikan bahwa apa yang dilakukan Syeh Puji merupakan hal yang tidak pernah dilakukan oleh Nabi Muhammad. Selain itu, tujuan utama dari hasil penelitian ini adalah untuk menjaga keagungan pribadi Nabi Muhammad saw. dari ‘mulut-mulut’ orang yang tidak bertanggung jawab.
Nabi merupakan manusia teladan, semua tindakannya paling patut dicontoh.
Sehingga kita, muslim, dapat meneladaninya. Bagaimana pun, kebanyakan orang,
termasuk saya, tidak akan berpikir untuk menikahkan saudara perempuan kita yang
berumur 7 tahun dengan seorang laki-laki berumur 50 tahun. Jika orang tua
setuju dengan pernikahan seperti itu, kebanyakan orang, walaupun tidak
semuanya, akan memandang rendah terhadap orang tua dan suami tua tersebut.
Tahun 1923, pencatat pernikahan di Mesir diberi intruksi untuk menolak
pendaftaran dan menolak mengeluarkan surat nikah bagi calon suami berumur di
bawah 18 tahun, dan calon isteri di bawah 16 tahun. Tahun 1931, sidang dalam
organisasi-organisasi hukum dan syariah menetapkan untuk tidak merespon
pernikahan bagi pasangan dengan umur di bawah 16 tahun. Ini memperlihatkan,
bahwa walaupun di negara Mesir yang mayoritas Muslim, pernikahan usia anak-anak
adalah tidak dapat diterima. Tidak hanya di Mesir, undang-undang pernikahan di
Indonesia pun mewajibkan usia minimal pernikahan untuk perempuan adalah 16
tahun, dan untuk laki-laki 18 tahun.
Jadi, penulis percaya, tanpa bukti yang solid pun selain perhormatan saya terhadap Nabi, bahwa cerita pernikahan gadis berumur 7 tahun (‘Aisyah) dengan Nabi Muhammad yang berumur 50 tahun adalah mitos semata.
Nabi memang seorang yang gentleman. Beliau tidak menikahi gadis polos berumur 7 atau 9 tahun. Umur ‘Aisyah telah dicatat secara salah dalam literatur hadits. Lebih jauh, penulis pikir, bahwa cerita yang menyebutkan hal ini sangatlah tidak bisa dipercaya. Beberapa hadis yang menceritakan mengenai umur ‘Aisyah pada saat pernikahannya dengan Nabi Muhammad, ternyata hadis-hadis tersebut sangat bermasalah. Penulis telah menyajikan beberapa bukti melawan khayalan yang diceritakan Hisyam ibnu ‘Urwah dan untuk membersihkan nama Nabi dari sebutan orang tua yang tidak bertanggung jawab yang menikahi gadis polos berumur 7 tahun.
BUKTI #1: PENGUJIAN TERHADAP SUMBER
Sebagaian besar riwayat
yang menceritakan hal ini yang tercetak di hadis yang semuanya diriwayatkan
hanya oleh Hisyam ibn ‘Urwah yang mencatat atas otoritas dari bapaknya, di mana
seharusnya minimal 2 atau 3 orang harus mencatat hadis serupa juga. Adalah
aneh, bahwa tak ada seorang pun di Madinah, di mana Hisyam ibn ‘Urwah tinggal
sampai usia 71 tahun baru menceritakan hal ini, di samping kenyataan banyaknya
murid-murid di Madinah termasuk yang kesohor, Malik ibn Anas tidak menceritakan
hal ini.
Asal riwayat ini adalah dari orang-orang Iraq, di mana Hisyam tinggal di sana
dan pindah dari Madinah ke Iraq pada usia tua.
Tahzibu'l Tahzib, salah satu buku yang cukup terkenal yang berisi catatan para periwayat hadits, menurut Yaqub ibn Shaibah mencatat: "Hisyam sangat bisa dipercaya, riwayatnya dapat diterima, kecuali apa-apa yang dia ceritakan setelah pindah ke Iraq" Dalam pernyataan lebih lanjut, bahwa Malik ibn Anas menolak riwayat Hisyam yang dicatat dari orang-orang Iraq. "Saya pernah diberi tahu, bahwa Malik menolak riwayat Hisyam yang dicatat dari orang-orang Iraq."
Mizanu'l Ai’tidal, buku lain yang berisi uraian riwayat hidup pada periwayat hadits Nabi saw. mencatat: "Ketika sudah tua, ingatan Hisyam mengalami kemunduran yang mencolok."
KESIMPULAN: Berdasarkan referensi ini, dapat diketahui, bahwa ingatan
Hisyam sangatlah jelek dan riwayatnya setelah pindah ke Iraq sangat tidak bisa
dipercaya, sehingga riwayatnya mengenai umur pernikahan ‘Aisyah adalah tidak
kredibel.
KRONOLOGI: Adalah vital untuk mencatat dan mengingat tanggal penting
dalam sejarah Islam:
pra-610 M : Jahiliya (pra-Islamic
era) sebelum turun wahyu
610 M : turun wahyu pertama
AbuBakr menerima Islam
613 M : Nabi Muhammad mulai
mengajar ke Masyarakat
615 M : Hijrah ke Abyssinia.
616 M : Umar bin al Khattab
menerima Islam.
620 M : dikatakan Nabi
meminang ‘Aisyah
622 M : Hijrah ke Yathrib,
kemudian dinamai Medina
623/624 M : dikatakan Nabi saw
berumah tangga dengan ‘Aisyah
BUKTI#2: MEMINANG
Menurut Ath-Thabari juga menurut Hisyam ibn ‘Urwah, Ibn Hanbal dan Ibn Sa’d),
‘Aisyah dipinang pada usia 7 tahun dan mulai berumah tangga pada usia 9 tahun.
Tetapi, di bagian lain Ath-Thabari mengatakan: "Semua anak Abu Bakar (4
orang) dilahirkan pada masa jahiliyah dari 2 isterinya."
Jika ‘Aisyah dipinang pada tahun 620 M (‘Aisyah umur 7 tahun) dan berumah
tangga tahun 623/624 M (usia 9 tahun), ini mengindikasikan, bahwa ‘Aisyah
dilahirkan pada tahun 613 M. Sehingga berdasarkan tulisan Ath-Tabari, ‘Aisyah
seharusnya dilahirkan pada 613M, yaitu 3 tahun sesudah masa jahiliyah usai (610
M). Ath-Thabari juga menyatakan, bahwa ‘Aisyah dilahirkan pada saat jahiliyah.
Jika ‘Aisyah dilahirkan pada era Jahiliyah, seharusnya minimal ‘Aisyah berumur
14 tahun ketika dinikahi oleh Nabi Muhammad. Tetapi, intinya Ath-Thabari
mengalami kontradiksi dalam periwayatannya.
KESIMPULAN: Ath-Thabari tak reliable mengenai umur ‘Aisyah ketika
menikah.
BUKTI # 3: UMUR ‘AISYAH JIKA DIHUBUNGKAN DENGAN UMUR FATIMAH
Menurut Ibn Hajar; "Fatimah dilahirkan ketika Ka’bah dibangun kembali,
ketika Nabi Muhammad saw. berusia 35 tahun. Umur Fatimah 5 tahun lebih tua
daripada ‘Aisyah."
Jika statement Ibn Hajar adalah faktual, berarti ‘Aisyah dilahirkan ketika Nabi
Muhammad berusia 40 tahun. Jika ‘Aisyah dinikahi pada saat usia Nabi 52 tahun,
maka usia ‘Aisyah ketika menikah adalah 12 tahun.
KESIMPULAN: Ibn Hajar, Thabari, Ibn Hisyam, dan Ibn Hanbal kontradiksi
satu sama lain. Tetapi tampak nyata, bahwa riwayat ‘Aisyah menikah usia 7 tahun
adalah mitos tak berdasar.
BUKTI #4: UMUR ‘‘AISYAH DIHITUNG BERDASARKAN UMUR ASMA'
Menurut Abdurrahman ibn Abi Zanna'd: "Asma lebih tua 10 tahun dibandingkan
‘Aisyah. Menurut Ibn Katsir: "Asma lebih tua 10 tahun daripada adiknya
(‘Aisyah)."
Menurut Ibn Katsir, Asma melihat pembunuhan anaknya pada tahun 73 H, dan 5 hari
kemudian Asma meninggal. Menurut riwayat lainya, dia meninggal 10 atau 20 hari
kemudian, atau beberapa hari lebih dari 20 hari atau 100 hari kemudian. Riwayat
yang paling kuat adalah 100 hari kemudian. Pada waktu Asma Meninggal, dia
berusia 100 tahun."
Menurut Ibn Hajar Al-Asqalani, Asma hidup sampai 100 tahun dan meninggal pada
73 atau 74 H. Menurut sebagaian besar ahli sejarah, Asma, saudara tertua
‘Aisyah berselisih usia 10 tahun. Jika Asma wafat pada usia 100 tahun pada
tahun 73 H, Asma seharusnya berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (622M).
Jika Asma berusia 27 atau 28 tahun ketika hijrah (ketika ‘Aisyah berumah
tangga), ‘Aisyah seharusnya berusia 17 atau 18 tahun. Jadi, ‘Aisyah, berusia 17
atau 18 tahun ketika hijrah pada tahun di mana ‘Aisyah berumah tangga. Berdasarkan
Ibn Hajar, Ibn Katsir, dan Abdurrahman Ibn Abi Zanna'd, usia ‘Aisyah ketika
beliau berumah tangga dengan Rasulullah adalah 19 atau 20 tahun.
Dalam bukti #3, Ibn Hajar memperkirakan usia ‘Aisyah 12 tahun dan dalam bukti
#4 Ibn Hajar mengkontradiksikan dirinya sendiri dengan pernyataannya usia
‘Aisyah 17 atau 18 tahun. Jadi, mana usia yang benar, 12 atau 18?
KESIMPULAN: Ibn Hajar tidak valid dalam periwayatan usia ‘Aisyah.
BUKTI #5: PERANG BADAR DAN UHUD
Sebuah riwayat mengenai partisipasi ‘Aisyah dalam perang Badar dijabarkan dalam
hadits Muslim. ‘Aisyah, ketika menceritakan salah satu momen penting dalam
perjalanan selama perang Badar mengatakan: "Ketika kita mencapai
Shajarah". Dari pernyataan ini tampak jelas, bahwa ‘Aisyah merupakan anggota
perjalanan menuju Badar. Sebuah riwayat mengenai partisipasi ‘Aisyah dalam
perang Uhud tercatat dalam Bukhari. "Anas mencatat, bahwa pada hari perang
Uhud, orang-orang tidak dapat berdiri di dekat Rasulullah. (Pada hari itu) saya
melihat ‘Aisyah dan Ummi Sulaim dari jauh. mereka menyingsingkan sedikit
pakaiannya (untuk mencegah halangan gerak dalam perjalanan tersebut)."
Lagi-lagi, hal ini menunjukkan, bahwa ‘Aisyah ikut berada dalam perang Badar
dan Uhud.
Diriwayatkan oleh Bukhari: "Ibn ‘Umar menyatakan, bahwa Rasulullah tidak
mengijinkan dirinya berpastisispasi dalam Uhud, pada saat itu, Ibnu ‘Umar
berusia 14 tahun. Tetapi ketika perang Khandaq, ketika berusia 15 tahun, Nabi
mengijinkan Ibnu Umar ikut dalam perang tersebut."
Berdasarkan riwayat di atas: (a) Anak-anak berusia di bawah 15 tahun akan
dipulangkan dan tidak diperbolehkan ikut dalam perang (b) ‘Aisyah ikut dalam
perang Badar dan Uhud.
KESIMPULAN: ‘Aisyah ikut dalam perang Badar dan Uhud jelas
mengindikasikan, bahwa beliau tidak berusia 9 tahun ketika itu, tetapi minimal
berusia 15 tahun. Di samping itu, wanita-wanita yang ikut menemani para pria
dalam perang sudah seharusnya berfungsi untuk membantu bukan untuk menambah
beban bagi mereka. Ini merupakan bukti lain adanya kontradiksi usia pernikahan
‘Aisyah.
BUKTI #6: SURAT AL-QAMAR (BULAN)
Menurut beberapa riwayat, ‘Aisyah dilahirkan pada tahun kedelapan sebelum
Hijriyah. Tetapi, menurut sumber lain dalam Bukhari, ‘Aisyah tercatat
mengatakan hal ini: "Saya seorang gadis muda (dalam Bahasa Arab disebut jariyah)
ketika Surah Al-Qamar diturunkan.”
Surat Al-Qamar diturunkan pada tahun kedelapan sebelum hijriyah menunjukkan,
bahwa surat tersebut diturunkan pada tahun 614 M. Jika ‘Aisyah memulai berumah
tangga dengan Rasulullah pada usia 9 di tahun 623 M atau 624 M, maka pada saat
itu ‘Aisyah masih bayi yang baru lahir (dalam Bahasa Arab disebut Sibyah)
ketika Surah Al-Qamar diturunkan. Menurut riwayat di atas, secara aktual
tampak, bahwa ‘Aisyah adalah gadis muda bukan bayi yang baru lahir ketika
pewahyuan Al-Qamar. Jariyah berarti gadis muda yang masih suka bermain. Jadi,
‘Aisyah, telah menjadi jariyah bukan sibyah (bayi), jadi telah berusia 6-13
tahun pada saat turunnya surah Al-Qamar dan oleh karena itu sudah pasti berusia
14-21 tahun ketika dinikahi Nabi Muhammad saw.
KESIMPULAN: Riwayat ini juga mengkontra riwayat pernikahan ‘Aisyah yang
berusia 9 tahun.
BUKTI #7: TERMINOLOGI BAHASA ARAB
Menurut riwayat dari Ahmad ibn Hanbal, sesudah meninggalnya isteri pertama
Rasulullah, Khadijah, Khaulah datang kepada Nabi dan menasehati beliau untuk
menikah lagi. Nabi Muhammad bertanya kepadanya tentang pilihan yang ada di
pikiran Khaulah. Khaulah berkata: "Anda dapat menikahi seorang gadis
(Bikr) atau seorang wanita yang pernah menikah (Thayyib)". Ketika Nabi
bertanya tentang identitas gadis tersebut (Bikr), Khaulah menyebutkan nama
‘Aisyah.
Bagi orang yang paham bahasa Arab akan segera melihat, bahwa kata bikr dalam
Bahasa Arab tidak digunakan untuk gadis belia berusia 9 tahun. Kata yang tepat
untuk gadis belia yang masih suka bermain-main adalah seperti dinyatakan di
muka adalah jariyah. Bikr di sisi lain digunakan untuk seorang wanita yang
belum menikah serta belum punya pertautan pengalaman dengan pernikahan atau
dalam bahasa Inggris dikenal dengan virgin. Oleh karena itu, tampak jelas,
bahwa gadis belia 9 tahun bukanlah wanita bikr
KESIMPULAN: Arti literal kata, bikr (gadis), dalam hadits di atas adalah
wanita dewasa yang belum punya pengalaman seksual dalam pernikahan. Oleh karena
itu, ‘Aisyah adalah seorang wanita dewasa pada saat menikah.
BUKTI #8. TEKS AL-QUR'AN
Seluruh muslim setuju, bahwa Al-Quran adalah kitab petunjuk. Jadi, kita perlu
mencari petunjuk dari Al-Qur'an untuk membersihkan kabut kebingungan yang
diciptakan oleh para periwayat pada periode klasik Islam mengenai usia ‘Aisyah
dan pernikahannya. Apakah Al-Quran mengijinkan atau melarang pernikahan gadis
belia berusia 7 tahun?
Tak ada ayat yang secara eksplisit mengijinkan pernikahan seperti itu. Ada
sebuah ayat yang menuntun muslim dalam mendidik dan memperlakukan anak yatim.
Petunjuk Al-Qur'an mengenai perlakuan anak yatim juga valid diaplikasikan pada
anak-anak kita. Ayat tersebut mengatakan: “Dan janganlah kamu serahkan kepada
orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)
yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja dan
pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang
baik” (Qs. An-Nisa: 5). “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur
untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai
memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya” (Qs. An-Nisa:
6)
Dalam hal seorang anak yang ditinggal orang tuanya, seorang muslim
diperintahkan untuk (a) Memberi makan mereka, (b) Memberi pakaian, (c) Mendidik
mereka, dan (d) Menguji kedewasaan mereka sampai usia menikah sebelum
mempercayakan mereka dalam pengelolaan keuangan.
Di sini, ayat Qur'an menyatakan tentang perlunya bukti yang teliti terhadap
tingkat kedewasaan intelektual dan fisik melalui hasil tes yang obyektif
sebelum memasuki usia nikah dan untuk mempercayakan pengelolaan harta benda
kepada mereka.
Dalam ayat yang sangat jelas di atas, tidak ada seorang muslim pun yang
bertanggung jawab akan melakukan pengalihan pengelolaan keuangan pada seorang
gadis belia berusia 7 tahun. Jika kita tidak bisa mempercayai gadis belia
berusia 7 tahun dalam pengelolaan keuangan, maka gadis tersebut tidak memenuhi
syarat secara intelektual maupun fisik untuk menikah. Ibn Hanbal menyatakan,
bahwa ‘Aisyah yang berusia 9 tahun lebih tertarik untuk bermain dengan
mainannya daripada mengambi tugas sebagai isteri. Oleh karena itu sangatlah
sulit untuk mempercayai, bahwa Abu Bakar, seorang tokoh muslim akan menunangkan
anaknya yang masih belia berusia 7 tahun dengan Nabi Muhammad yang berusia 50
tahun. Hal tersebut sama sulitnya untuk membayangkan, bahwa beliau menikahi
seorang gadis belia berusia 7 tahun.
Sebuah tugas penting lain dalam menjaga anak adalah mendidiknya. Marilah kita
memunculkan sebuah pertanyaan: "Berapa banyak di antara kita yang percaya,
bahwa kita dapat mendidik anak kita dengan hasil memuaskan sebelum mereka
mencapai usia 7 atau 9 tahun?" Jawabannya adalah Nol besar. Logika kita
berkata, adalah tidak mungkin tugas mendidik anak kita dengan memuaskan sebelum
mereka mencapai usia 7 tahun, lalu bagaimana mungkin kita percaya, bahwa
‘Aisyah telah dididik secara sempurna pada usia 7 tahun seperti diklaim sebagai
usia pernikahannya?
Abu Bakr merupakan seorang yang jauh lebih bijaksana daripada kita semua. Jadi,
dia akan merasa dalam hatinya, bahwa ‘Aisyah masih seorang anak-anak yang belum
secara sempurna sebagaimana dinyatakan Al-Qur'an. Abu Bakar tidak akan
menikahkan ‘Aisyah kepada seorang pun. Jika sebuah proposal pernikahan gadis
belia dan belum terdidik secara memuaskan datang kepada Nabi, beliau akan
menolak dengan tegas karena itu menentang hukum-hukum Al-Quran.
KESIMPULAN: Pernikahan ‘Aisyah pada usia 7 tahun akan menentang hukum
kedewasaan yang dinyatakan Al-Quran. Oleh karena itu, cerita pernikahan ‘Aisyah
gadis belia berusia 7 tahun adalah mitos semata.
BUKTI#9: IJIN DALAM PERNIKAHAN
Seorang wanita harus ditanya dan diminta persetujuan agar pernikahan yang
dilakukan menjadi sah. Secara Islami, persetujuan yang kredible seorang wanita
merupakan syarat dasar bagi keabsahan sebuah pernikahan. Dengan mengembangkan
kondisi logis ini, persetujuan yang diberikan oleh gadis belum dewasa berusia 7
tahun tidak dapat diautorisasi sebagai validitas sebuah pernikahan.
Adalah tidak terbayangkan, bahwa Abu Bakar, seorang laki-laki yang cerdas, akan
berpikir dan mananggapi secara keras tentang persetujuan pernikahan gadis 7
tahun (anaknya sendiri) dengan seorang laki-laki berusia 50 tahun. Serupa
dengan ini, Nabi Muhammad tidak mungkin menerima persetujuan dari seorang gadis
yang menurut hadits Muslim masih suka bermain-main dengan bonekanya ketika
berumah tangga dengan Rasulullah.
KESIMPULAN: Rasulullah tidak menikahi gadis berusia 7 tahun karena tidak
akan memenuhi syarat dasar sebuah pernikahan islami tentang klausa persetujuan
dari pihak isteri. Oleh karean itu, hanya ada satu kemungkinan Nabi menikahi
‘Aisyah seorang wanita yang dewasa secara intelektual maupun fisik.
KESIMPULAN AKHIR
Tidak ada tradisi Arab untuk menikahkan anak perempuan atau laki-laki yang berusia 9 tahun, demikian juga tidak ada pernikahan Rasulullah saw. dan ‘Aisyah ketika berusia 9 tahun. Orang-orang Arab tidak pernah keberatan dengan pernikahan seperti ini, karena ini tak pernah terjadi sebagaimana isi beberapa riwayat.
Jelas nyata, riwayat pernikahan ‘Aisyah pada usia 9 tahun oleh Hisyam ibn ‘Urwah tidak bisa dianggap sebagai kebenaran karena kontradiksi dengan riwayat-riwayat lain. Lebih jauh, tidak ada alasan yang nyata untuk menerima riwayat Hisyam ibn ‘Urwah sebagai kebenaran ketika para pakar lain, termasuk Malik ibn Anas, melihat riwayat Hisyam ibn ‘Urwah selama di Iraq adalah tidak reliable (terpercaya). Pernyataan Thabari, Bukhari dan Muslim menunjukkan mereka kontradiksi satu sama lain mengenai usia menikah bagi ‘Aisyah. Lebih jauh, beberapa pakar periwayat mengalami internal kontradiksi dengan riwayat-riwayatnya sendiri. Jadi, riwayat usia ‘Aisyah 9 tahun ketika menikah adalah tidak reliable karena adanya kontradiksi yang nyata pada catatan klasik dari pakar sejarah Islam.
Oleh karena itu, tidak ada alasan absolut untuk menerima dan mempercayai usia
‘Aisyah 9 tahun ketika menikah dengan Nabi Muhammad saw. sebagai sebuah
kebenaran disebabkan cukup banyak latar belakang untuk menolak riwayat tersebut
dan lebih layak disebut sebagai mitos semata. Lebih jauh, Al-Qur'an menolak
pernikahan gadis dan lelaki yang belum dewasa sebagaimana tidak layak
membebankan tanggung jawab kepada mereka.
Jadi, berdasarkan hasil penelitian di atas, dapat dikatakan, bahwa alasan Syeh
Puji Cahyo yang menikahi gadis di bawah umur disebabkan mencontoh perilaku Nabi
Muhammad adalah hal yang tidak tepat. Sebab, jika diteliti lebih mendalam
ternyata usia ‘Aisyah ketika menikah dengan Nabi Muhammad adalah berkisar
antara 14 - 21 tahun.
Komentar
Posting Komentar